Langlang buana

1. MASA KECIL BERSAMA AYAH BUNDA

Tahun 1969, di tomang utara II No.K340
Di Jakarta barat.
Rumah setengah tembok setengah gedek anyaman bambu, berpenerangan lampu semprong. Dua buah lampu semprong kecil dan satu buah yang agak besar.
Rumah itu dua kamar, dengan halaman didepan. Dipinggir halaman diberi pembatas tembok berukuran tigaperempat meter, agak lebar hingga dapat dipakai untuk duduk-duduk.
Jalan didepan rumah adalah tanah agak merah yang diberi sedikit kerikil. Sedangkan halaman rumah berlantai semen. Lantai ini terasa sejuk diinjak pada malam hari. Ada beberapa pot bunga yang ditanam ibuku dihalaman itu.
Dibelakang rumah, masih ada sedikit halaman yang ujungnya berbatasan dengan rawa yang luas. Rawa itu luas sekali rasanya, ya luas sejauh mata anak kecil memandang. Kalau sore telah datang, suara kodok mulai santer terdengar bersahut-sahutan hingga malam dan pagi subuh. Tetangga kami amat baik. Rumah kami diapit oleh dua orang tetangga yang berasal dari tanah minangkabau. Disebelah kiri keluarganya isal teman mainku. Disebelah kanan kelurganya iil, temanku yang acap kupanggil kancil karena awaknya kecil dan kerempeng.
Aku senang dengan suasana rumah dan lingkungan rumah itu.

Dirumah inilah pertama kali kudengar ayah menyanyikan lagu tentang orang tani. Sambil memainkan harmonikanya bergantian dengan okolele, ayah melantunkan lagu ini. Syairnya menggunggah hati karena memberi penghormatan dan semangat pada orang tani ;
Ku ini orang tani,
Rumahku dipinggir kali,
Dimana aku mandi,
Saban hari, saban hari,
Orang tani,
Orang yang mulia,
Orang yang menjunjung tinggi tanah INDONESIA,
Hidup-hiduplah orang tani,
Orang yang mulia,
Orang yang menjunjung tinggi tanah INDONESIA…

Bait-bait lagu ini yang selalu diajarkan ayah sejak ku mulai pandai bernyanyi. Sore-sore hari, terkadang malam hari, bersama ayah dan adik-adiku rame-rame kami menyanyikan lagu itu. Lagu masa kecil ini membekas dan memberikan arti besar dalam kehidupanku dimasa dewasa.
Tentang alam

Sejak umur tiga tahun aku sering di ceritakan ayah tentang kisah-kisah kehidupan dan alam. Tentang binatang buas yang hidup dihutan belantara. Singa-singa, raja hutan, yang ganas yang jago menerkam mangsa dengan kuku-kuku tajamnya. Ular-ular besar dan panjang yang sering melumatkan hewan lain, dimangsa untuk dimakan. Ular berbisa yang patukan dapat mematikan hewan lainnya dalam sekejap.

Ayah, menggambarkan gajah sebagai binatang bijak, dan kancil si cerdik yang jago lari. Suatu hari bangsa binatang sedang dalam ketakutan karena harimau sang raja hutan, sedang marah, dia mengamuk dan mengancam, siapapun yang berada didekatnya akan diterkam. Jika tidak ada binatang lain didekatnya, dia sendiri yang akan mencarinya. Semua ngeri untuk bertemu harimau karena risikonya akan menjadi korban terkaman atau amukannya. Nah, baru lah datang si gajah yang bijak dan baik hati. Dia bilang kepada si monyet untuk menyampaikan kepada teman-teman binatang lainnya supaya segera datang mendekat gajah. Gajah bijak akan melindunginya. Begitu si raja hutan tahu, maka amukannya menjadi surut.

Juga tentang binatang jinak yang di ternakkan orang seperti ayam, kambing, sapi, kelinci, burung merpati. aku pernah pelihara dua ekor kelinci. Yang jantan diberi nama cristhoper dan yang betina Belinda. Cristhoper berwarna putih dan Belinda hitam. Keduanya lucu dan sangat lincah. Suatu hari musim hujan, cristhoper dan Belinda sempat terendam air, karena kandang kelinci Cuma berbentuk pagar kawat disekeliling pohon dan beralas langsung dengan tanah. Christoper sakit, dia kelihatan sering menggigil sedang Belinda lama-lama kulitnya berbintik-bintik. Tidak lama kemudian cristopher mati, kemudian Belinda, beberapa minggu setelahnya. Juga jauh sebelumnya, aku diberi ayah dua anak kelinci. Yang satu berwana hitam dan lainnya coklat. Keduanya dibiarkan lepas dipekarangan. Suatu saat sepupu sedang berdatangan kerumah, menjenguk adikku yang baru lahir. Tiba-tiba terdengar suara kelinci terpekik. Satu-satu anak kelinci diterkam kucing. Bukan main sedihnya, aku kehilangan dua anak kelinci.

Memelihara burung pun aku sangat senang. Burung robin suaranya bagus, walaupun kadang-kadang memekik. Tapi sayang robin lepas, karena aku lalai, lupa menutup kandang setelah memberi makan.

Tentang keindahan alam termasuk kisah-kisah kebuasaan penghuni hutan. diceritakan ayah sambung menyambung. Suara-suara penuh misteri di tengah hutan Apabila suara serigala terdengar melolong, maka pesanya ada yang mengancam, begitu juga pekikan monyet, gajah. Semua punya arti yang dapat dimengerti penghuni hutan. Sebuah bahasa yang dipahami bersama.

Juga, kisah bentangan gunung-gunung tinggi, yang gagah dan angker. Yang setiap saat dibalut kabut tebal dan tipis, dengan pinus dan pepohonan yang rimbun dan tinggi, hampir setiap hari hutan gunung membawa hujan, yang menyiram kehidupan disekitarnya. Bongkah-bongkahan air yang bergemuruh dari ujung tempat terjunnya pecahan air yang jatuh terurai, begitu indah dalam bayanganku. Disitu juga, binatang-binatang atau pengembara menggunakan pinggiran kolam untuk mandi atau sekedar menyejukan diri dengan air dingin..

Tentang orang-orang desa dan petani yang baik hati yang tinggal dan hidup rukun dikaki gunung. Orang-orang desa yang setiap saat mengambil madu dan memetik dedaunan hutan untuk makan. Atau mengambil kayu untuk kayu bakar maupun untuk membangun gubuk dan rumah. Dengan rumah mereka yang saling berjauhan, dipisahkan oleh pekarangan yang luas atau tanaman tinggi. Mereka hidup saling kenal satu sama lain. Kerap bergotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan bertani dan ladang, beternak, atau gotong royong dalam membangun rumah. Jika diantara mereka ada yang sakit, atau ada yang membuat syukuran atas kelahiran, sunatan, atau pernikahan, semua masyarakat bahu membahu saling membantu. Tanpa pamrih apalagi dibayar. Mereka hidup damai, saling menghormati dan bersama-sama menjaga sistim kekerabatannya. Juga, bersama-sama menjaga alam dan lingkungannya agar tetap terjaga dari kerusakan dan tetap dipertahankan untuk bisa memberikan kehidupan seterusnya.

Lautan luas yang mengerikan. Ikan hiu yang ganas, lumba-lumba yang lembut dan baik hati. Cerita tentang ikan hebat yang dapat terbang. Pelaut-pelaut ulung yang berlayar berhari-hari menghadapi ombak buas yang tingginya sampai setinggi rumah atau setinggi bukit. Terbayang olehku, kehidupuan dilautan luas, penuh petualangan, dan tantangan, dan juga ketegangan-ketegangan yang timbul dalam pelayaran ditengah samudra yang amat luas.
Padang pasir, padang rumput hutan belukar dan hutan rimba cerita air terjun yang di bawahnya berupa kuala bebatuan.

Cerita-cerita ayah sangat melekat dalam diriku. Telah menjadikanku penuh khayal. Sehingga begitu kuat keinginan ku untuk bermain dan bertualang diberbagai tempat yang telah dikisahkan.
Meskipun ayah belum pernah mengajaknya bermain–main disana. Sesekali, pada pagi hari libur, ayah mengajak ku berjalan melintasi sawah –sawah, menebas semak belukar dibawah pohon besar dan pada ujungnya duduk –duduk di tepi sungai mendengarkan semilir alir air sungai dan sepoi sejuk angin pagi, sambil menikmati goreng pisang dan air madu yang di bekali ibuku dari rumah.

Pergi memancing di sungai. Dengan sepatu boot, topi, alat pancing, aku pergi bersama ayah. Semalam baru saja hujan, sehingga tepi sungai masih basah dan licin. Beberapa kali aku dan adik-adiku terjatuh.
Suara burung yang mencicit memanggil ku untuk mencari –cari tempat bertelurnya burung burung kecil di situ ada ranting kecil , daun-daun bergoyang goyangan terinjak oleh kaki – kaki burung yang sesekali hinggap pada tangkainya . Aku memandangi dan mengagumi indah nya warna-warni bulu burung, sambil memegangi tangan ayah, menunjuk – nunjuk memberitahu dia telah mengetahui dimana suara tadi berasal. Ayah cerita tentang burung –burung yang memakan serangga kecil dan ulat – ulat kecil , bersarang dan bertelur di pucuk – pucuk.

Suatu pagi ayah mengajakku kesebuah perkampungan berbukit. Terlihat banyak sekali truk-truk besar lalu lalang membawa pasir. Jalan-jalan tanah menjadi hancur dan berlumpur karena tiada pernah berhenti truk membawa pasir galian. Tanah-tanah sawah dan ladang dikiri kanan tampak telah menjadi lembah karena digali terus menerus. Orang-orang berkumpul diwarung-warung pinggir jalan minum kopi dan pisang goreng. Mereka adalah pekerja-pekerja galian pasir yang berasal dari kampung itu. Ayah bilang, toke-toke tambang bukan orang dari kampung itu, tapi orang-orang kota yang datang kedesa. Terbayang oleh ku, mungkin dulu desa itu adalah desa yang indah, karena ada perbukitan, ladang dan sawah, tanah lapang. Anak-anak pasti bebas bermain dijalan dan berlari larian. Apalagi saat hujan turun. Pohon-pohon dengan buah-buahan dan burung-burung berkicau dimana-mana.

Kini desa itu kotor penuh debu, anak-anak takut bermain di luar rumah karena banyak dan sering sekali truk berlalu lalang. Atap, halaman dan dinding rumah menjadi kumuh berdebu. Pepohonan pun menjadi cokat kehitaman. Sedih rasanya aku melihat kenyataan rusaknya desa yang indah hanya karena ulah dan keserakahan orang-orang kota.

Cerita ayah tentang langlang buana sang pengembara.

Hampir setiap malam sebelum tidur, ayah bercerita tentang lang-lang buana. Dia adalah seorang pengembara yang baik hati dan memiliki banyak kepandaian. Didalam khayalku, langlang buana adalah seorang anak muda yang gagah. Memakai topi dan ransel. Di pinggangnya ada pisau belati, tali dan tempat minum.
Langlang buana diceritakan sebagai anak muda yang sangat berbakat. Pandai memainkan gitar, okolele, harmonika dan menyanyi. Langlang buana selalu disenangi orang dan anak-anak, dimanapun dia berada. Ciri khasnya, selalu mendatangi mesjid bila dia telah sampai pada suatu tempat.
Tidak bosan-bosannya kami mendengarkan cerita ayah tentang langlang buana ini. Dia menjadi teladan bagi kami adik-beradik, karena baik budi dan berjiwa kesatria. Bahkan jadi pahlawan kami.
Aku berangan-angan ingin menjadi langlang buana jika besar nanti.
Langlang buana tidak pernah mengeluh. Dalam pengembaraannya selalu mencoba memberikan manfaat pada orang atau masyarakat yang disinggahinya. Terutama menghibur anak-anak. Dia bercerita pengalaman, mendongeng, dan menyanyi bersama, dan memainkan alat-alat musik sederhananya.
Pesan-pesan bijak selalu ada dalam cerita atau dongengnya.
Dia juga tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan tempat tidurnya. Jika ada mesjid, dia selalu datangi. Disitu dia dapat beribadah dan menginap. Keesokannya harinya, langlangbuana bekerja membersihkan mesjid dan halamannya.
Langlang buana juga pandai membuat alat-alat dari kayu dan bambu. Kepandaian tangan ini diajarkan pada anak-anak yang ia jumpai didalam pengelanaannya.
Jiwa kepanduan, tolong-menolong dan kepahlawanan selalu ia ajarkan dan contohkan. Dimana langlang berada, anak-anak pasti bahagia. Dan bersedih, jika langlangbuana harus pergi meninggalkannya.

Memelihara ayam dan bebek

Pengenalan ayah pada ternak membuat aku berminat memelihara ayam kampung.
Suatu hari ayah pergi keluar kota. Hampir seminggu tidak pulang. Pada suatu sore aku dan adik-adikku melihat ayah pulang berbeca. Dibawah kakinya ada beberapa ekor bebek. Mungkin bebek itu dibelinya dari kota semarang. Adikku lebih dahulu menghampiri becak yang ditumpangi ayah. Kulihat adikku tiba-tiba memasukan jagung kedalam mulutnya, oh rupanya itu jagung makanan bebek yang terserak dibecak.

Aku mendapatkan anak ayam dari pak Dahlan. Pak dahlan, beternak ayam kampung dan ayam Bangkok di halaman dan juga belakang rumahnya. Kandang dibuatkan ayah dari kayu-kayu bekas dan bambu. Suatu waktu anak ayam sakit, lalu diungsikan pada suami bibi puah yang tinggal ditepi kali. Lama aku tidak melihat anak ayamnya. Suatu hari ku tanyakan keadaan ayamnya pada bibi puah. Bibi puah bilang anak ayamnya sudah sehat dan sekarang sudah bertambah besar. Dua bulan setelah itu, aku datang melihat ayamnya di rumah bibi puah di tepi kali. Oh ya betul, anak ayamnya telah menjadi ayam muda yang gagah. Dia akan menjadi jago yang berbadan tegap, dengan bulunya yang hitam kemerah-merahan berkilat, jangkung, ayam jago langlang kelihatan hebat dan berani. Karena sudah lama di rawat, suami bibi puah juga merasa sayang dan enggan jika ayam itu ku ambil kembali.

Yanda, paksi naga liman

Pada saat kelas tiga sekolah dasar, ayah mendorongku untuk aktif ikut kepanduan. Sekarang namanya pramuka. Ayah mendaftarkan aku dan adik-adiku pada gugus depan ”paksi naga liman”, tempat latihannya persis di berseberangan dengan terminal bis grogol, di lapangan milik universitas trisakti. Lapangan itu luas ditanami pohon-pohon besar dan rumputnya hijau. Kami latihan pramuka tiap dua kali seminggu. Ada latihan untuk mengenal lingkungan sekitar, mempelajari pepohonan dan dedaunan yang dapat dimakan, dapat jadi obat, sampai pada dedaunan yang berbahaya untuk kesehatan. Sore-sore setelah latihan, yanda, pelatih pramuka mengajak untuk duduk berkeliling, memainkan harmonikanya dan bernyanyi bersama-sama lagu-lagu yang biasa dinyanyikan pramuka. Aku juga belajar tentang sandi-sandi, ada morse, sandi yang menggunakan lampu atau senter, ada smaphore, sandi yang menggunakan bendera atau tangan.

Baju pramuka ku warnanya coklat muda, dari bahan katun yang sejuk. Di lengan sebelah kiri ada tanda barung, tanda tingkatan untuk pramuka siaga. Aku dipilih menjadi ketua dari barung hijau. Teman-teman lainnya ada yang menjadi ketua atau anggota, barung coklat, merah, hitam, biru, kuning dan lainnya. Setiap warna barung menjadi kebanggaan bagi anggotanya. Karena, setiap saat latihan yanda selalu membuat lomba-lomba. Lomba morse, semaphore, teka-teki, lomba masak dan lain-lainnya. Di lengan sebelah kanan ada gambar tunas kelapa, sebagai lambang dari pramuka. Tunas kelapa berwarna kuning, dengan dua helai daun berwarna coklat. Dibagian dada bajuku, ada tanda-tanda penghargaan lainnya. Dan juga tulisan “ Paksi Naga Liman” nama dari kesatuan pramukaku atau gugus depan. Paksi artinya burung, Naga artinya ular naga, liman artinya harimau. Aku sangat bangga dengan nama itu. Yanda atau ayahanda sebutan untuk pelatihku, sebutan lengkapnya Yanda Rokimin. Saat-saat latihan, kakak-kakak penggalang terkadang juga ikut membantu melatih. Kakak-kakak penggalang melatih tali menali, memasak, membuat menara dari bamboo, dan melatih main harmonica atau mengajarkan nyanyian-nyanyian.

Lagu-lagu yang di ajarkan Yanda, sangat indah dan lucu, ada lagu ; kumbala-kumbala, bunyinya begini ;
kumbala-kumbala fiesta,
deka minis sala minis hua-hua,
deka minis sala minis hua-hua,
no no no bedida, fiesta…

Menurut yanda lagu ini suka dinyanyikan oleh orang-orang dari suku indian yang sedang naik gunung, terutama untuk menghilangkan rasa lelah dan menambah semangat untuk terus naik-naik sampai kepuncak gunung.

Yanda tinggal disebuah rumah, yang didalamnya ada segala macam barang-barang pramuka. Yang menyenangkan, didalam rumah yanda ada ternak ayam negeri. Ayam yanda terlihat sehat-sehat, dan umumnya kecil dan muda. Aku acap datang mengunjungi rumah yanda bersama teman-teman. Mereka bilang rumah yanda, sebagai markas. Bila sedang berada dirumah yanda, aku dan teman-teman membantu yanda masak. Yanda memasak segala macam sayur dimasukan kedalam nasi diberi bumbu dan kecap. Juga kadang-kadang ditambah telur. Rasa selalu enak, gurih, dan selalu berebut waktu makannya.

Atap rumah yanda dari genting merah, dan dindingnya dari bamboo. Antara atap dan dinding tidak langsung tertutup, tetapi terdapat celah angin yang cukup lebar. Sehingga berada didalam rumah yanda terasa sangat sejuk, karena semilir angin bebas keluar masuk rumah. Tempat tidur yanda bukan kasur, tetapi hemlet, tempat tidur gantung yang terbuat dari jaring-jaring. Aku senang bergolek-golek disitu, kadang-kadang sampai jatuh tertidur.

Yanda sering bercerita kisah-kisah petualangan, juga kisah-kisah ksatria, mulai dari petualangan orang-orang dialam bebas yang buas sampai dengan kisah ksatria yang berasalah dari bumi Indonesia, kesatria jepang, dan lainnya. Sato ichi, satria buta yang gagah berani dan cerdik, Sintaro seorang samurai jepang yang hebat, dan selalu menang melawan penjahat-penjahat yang mengganggu rakyat atau kaisar jepang.
Pengalaman camping pertamaku, cuma semalam, sabtu minggu, ditengah lapangan berumput, tidak jauh dari pedesaan. Dikiri kanan pepohonan rindang, sebatang pohon petai, pohon beringin. Sore-sore bersama teman-teman lain yang sudah agak senior bermain bola lempar, dan lempar fresbi. Ada kakak senior anto, kakak senior iwan, dan kakak senior putri lainnya, mereka bakar ikan asin dan menanak nasi dengan api dari kayu, baunya harum, membuat selera untuk makan. Kemah hanya 3 buah. Setiap tenda diisi lima sampai dengan enam orang. Malam hari membakar api unggun, Yanda dan pembina yang lain bergantian bermain harmonica, bernyanyi sama-sama. Memanggang ayam dari api unggun. Aku masih agak malu-malu belum begitu berani memajukan diri. Tengah malam sebelum tidur ada kakak senior yang mendengarkan lagu-lagu yang disiarkan dari radio kecilnya.

Pagi, bersama teman-teman lainnya aku sarapan super mie. Kakak-kakak senior yang merebus. Ada yang menambahkan sambal, ada juga yang hanya menambahkan abon pada supermi. Makan terasa nikmat, angin sepoi walau matahari sedikit sudah membuat hangat. Radio di hidupkan, ada lagu-lagu perjuangan yang sedang di putar, mereka makan sambil bersenandung kecil. Biskuit roma menjadi cemilan selingan setelah supermie. Ngobrol seru menceritakan kemarin waktu sedang menyiapkan barang, mencari kayu, memasang tenda, semut yang menggigit telinga, juga yang kena lemparan bola. Yanda menyampaikan makan siang nanti dengan singkong rebus, dan minum dengan air kelapa muda. Siang ini akan berjalan ke pedesaan bertemu dengan orang-orang didesa sambil mencari kelapa muda yang bisa dibeli. Ada orang yang lebih dulu rupanya membawakan kelapa muda yang ditawarkan Cuma-Cuma. Mereka orang-orang didesa sangat baik budi. Aku tawarkan kembali orang itu, namanya pak kasim dengan biscuit roma. Ya, dia memakannya beberapa buah.

Pak Kasim mengantar mereka berkeliling desa dan berkenalan dengan masyarakat. Bapak yang datang kepada mereka itu, tanpa diduga dengan cepat telah menjadi sahabat semua. Dia lugu dan lucu, juga banyak bercerita tentang apa yang ada dan pernah terjadi didesa. Logat bahasanya sangat kental. Pak Kasim berkisah tentang banjir yang tingginya pernah sampai setengah rumah. Setiap tahun masyarakat mengadakan syukuran bersama-sama dilapangan rumput ini, katanya… karena hasil panenan yang baik, ternak yang sehat dan telah beranak pinak, mereka mengadakan makan bersama, ada pertunjukan ketangkasan dan tarian, ada panggung dengan penyanyinya, kadang-kadang pesta sampai larut malam… dan kadang-kadang pula dengan tikar masyarkat tertidur ada yang sampai pagi.

Ke arah sebelah selatan desa, ada sungai, airnya mengalir jernih. Mereka menuju kearah sana. Terlihat anak-anak seumuran ku sedang berenang, kepala mereka timbul tenggelam, kulitnya menjadi hitam legam mengkilat kena sinar matahari. Hampir semua berenang dengan telanjang bulat. Hanya beberapa orang saja yang memakai celana. Pak Kasim bilang… “ biasanya ibu anak-anak itu akan marah kalau mereka pulang dengan celana atau pakaian yang basah”. Mereka berenang sambil bermain-main, lempar-melempar bola, main kejar-kejaran. Walau ditengah hari, bagi mereka panas terik matahari tidak terasa, karena asyiknya permainan disungai. Sungai itu tidak dalam, anak-anak yang lebih kecil masih bisa bermain dipinggirannya. Kak iwan, kak anto dan teman-teman lain, anang, endi, bersepakat untuk juga berenang. Aku pun ikut menikmati sejuknya air sungai di tengah terik matahari siang. Sementara anak-anak berenang di sungai Yanda dan kakak pembina kembali ke perkemahan. Pak Kasim menunggu di tepi sungai sambil mengisap rokok yang dibuatnya dari dedaunan kaung.

Berenang di empang

Apung,,, nama teman ku. Dia tinggal persis di depan rumahku.
Rumah apung agak luas, tetap lantainya masih tanah. Dibelakang rumahnya ada dapur yang gelap. Di bagian belakang setelah dapur masih ada halaman dimana aku acap bermain bersama apung mengorek-ngorek tanah lempung disitu dan membuat mobil-mobilan atau bentuk apa saja yang kusuka. Dalam membuat mainan tanah lempung ini apung lebih pandai dari ku. Hasil yang dibuatnya selalu kulihat lebih bagus.

Apung rajin mengajak kuberenang di ke empang yang letaknya tidak jauh dari rumah. Empangnya tidak dalam, didasarnya banyak Lumpur. Anak-anak lain juga suka mencari-cari ikan dengan serok dari bamboo. Apung pandai berenang, tubuhnya bisa mengapung dan kadang-kadang dia dia berenang sampai jauh. Apung menghilang, tidak terlihat dipermukaan air, menyelam lama didalam danau. Saat muncul kepala apung sering dipenuhi dengan Lumpur atau sisa-sisa tanaman yang suduh layu. Maju gus…teriak apung, gerakkan kaki dan tangan mu. Aduh, susah pung…aku nggak bisa maju-maju kok, sulit sekali berenang ya.., pekikku kepada apung. Bambu dipinggir danau dipegang, kaki digerak-gerakan, kepala ditimbul tenggelamkan, ku coba-coba terus berlatih. Jika terasa akan tenggelam, cepat tanganku meraih bamboo, begitu terus menerus kulakukan. Anak-anak yang menyerok ikan, memasukan ikan tangkapannya kedalam tempat yang terbuat dari anyaman bamboo. Biasanya ikan sepat atau betok. Aku meminjam serok, bebarapa kali dicobanya, pernah juga terserok ikan sepat dan betok. Kadang-kadang anak-anak ikan mujair atau berudu.

Bersama apung, aku tidak langsung pulang kerumah.
Dari danau, terus pergi kepasar, disana ada pak mamat menjual minuman cincau. Hei jang…pada dari mana nih ? kulit kalian sudah pada geseng, rambut sudah pada merah… sapa pak mamat pada ku dan apung bersahabat. Abis berenang didanau pak mamat, jawab langlang berbarengan dengan apung. Mau beli cincau nih pak mamat, tapi uangnya cuma sepicis, belah enggak pak. Pak mamat, dia baik hati, selalu saja memberi segelas cincau dengan gula jawa yang banyak, walau aku dan apung cuma membayar sepicis saja. Makasih pak mamat, pulang dulu ya ! Aku dan apung pergi, pulang menyusuri tepi jalan.

Pohon-pohon buah seri dan buni ada disepanjang jalan. Eh ! itu, tuh… wah! buahnya banyak, kata apung. Tunggu ya aku naik dulu. Apung menjatuhkan buah kebawah. Kamu tangkap buahnya ya gus!.. ujar apung. Pada dahan-dahan yang buah buninya banyak apung berayun-ayun. Buah buni dipetik dan dilempar kebawah, langlang sigap menangkap. Tidak tahan menunggu, diatas pohon buah yang sudah ranum dilalap apung. Begitu pula aku dibawah, buah yang kemerahan atau keunguan, juga dimasukan kedalam mulut. Rasa buahnya sangat asam, walau agak sedikit manis. Mata jadi berkerinyit dan pundak menaik keatas, jika asam sudah sangat terasa dimulut. Dapat sekantong masing-masing sudah cukup. Aku dan apung meneruskan perjalan pulang kerumah. Dari mulai dijalan sampai dengan kerumah setengah kantong buah buni telah habis. Bibir dan gusi memerah kena getahnya. Kantong celanapun berlengketan juga. Gus aku pulang ya, nanti bareng kemesjid ya, sholat magrib. Mereka berpisah.. Rumah apung cuma persis didepan rumahku. Terlihat ayah dan ibuku sedang duduk diteras, ayah membaca, ibu melihat-lihat tanamannya. Dimeja ada kopi dan goreng ubi. Ayah suka membaca sambil menggigit-gigit lidahnya, dan meminum kopinya yang telah dicelupkan dengan jahe yang telah ditumbuk.

Asalam mualaikum, aku menyapa keduanya. Dari mana kamu nak? Ibu balik bertanya. Dari danau bu sama apung, aku berenang dan cari ikan dengan apung dan anak-anak dari seberang kali sana. Mandi dan bersihkan badan mu nak !, jangan lupa bersihkan Lumpur dibalik telingamu, dan cuci bersih rambut mu ya…, baik makasih bu… aku langsung menuju belakang rumah. Bersebelahan dengan kamar mandi ada pompa dragon dan bak penampung air ukuran setengah kali satu meter. Aku memompa air yang tempat buangan airnya telah disambungkan langsung dengan selang ke bak penampungan. Sampai penuh aku mengisi bak. Setelah istirhat agak sejenak, menurunkan panas badannya. Aku masuk kekamar mandi…dengan gayung plastic, rambut, bagian belakang telinga dan bagian badan lainnya yang telah agak besar, aku mengguyur badannya dengan gencar, dicucinya lengket dengan Lumpur danau. Kuku dan sela-sela jari kaki disabuni sampai bersih. Dengan senandung, rasa segar, aku keluar dari kamar mandi. Telah terlintas, pergi bareng apung ke mesjid nanti. Tapi sore ini, aku membaca buku, menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengaji dulu bersama ayah. Ayah mengajar ngaji dan mengupas arti-arti yang terkandung didalam al quran. Aku sangat senang mempelajari arti-arti yang dikandung didalam alquran. Itu namanya tafsir quran, kata ayah.
Pelajaran tentang keesaan tuhan, pelajaran tentang kehidupan rasul, diberikan ayah dengan cara lisan atau dengan mengajak membaca bersama-sama.
Pelajaran dari surat wal asri, indah sekali. Pada surat itu Tuhan mengajarkan manusia agar tidak menjadi orang rugi didalam hidupnya. Disana dikatakan bahwa; manusia akan rugi jika dia tidak beriman, jika dia tidak soleh, jika dia tidak jujur dan juga jika dia tidak sabar. Pelajaran itu melekat sekali didalam pikiran dan sikap ku. Aku menjadi selalu ingin berdiskusi tentang wal asri ini, terutama dengan teman-temanku, apung, renal, iil, awot dan lainnya.

Gus…pekik apung, berangkat yook. Ayok.., sahut ku. Yah, bu aku ke mesjid dulu ya. Begitu aku biasa berpamitan pada ayah dan ibu.

Jalan menuju mesjid akan melewati rumah pak mayor yang dihalaman rumahnya banyak pohon jambu klutuk. Kadang-kadang dahan-dahan yang sudah digelayuti buah jambu sudah hampir mengibas-ngibas kejalan. Dengan meloncat aku dan apung dapat memetik satu dua buah jambu.
Di gang, jalan menuju ke mesjid, terdapat rumah yang memelihara anjing yang sangat galak. Dia selalu menggonggong pada setiap orang yang lewat. Jika ada yang lari, anjing itu selalu mengejarnya. Tapi belum pernah terjadi ada anak yang digigit anjing itu. Walau begitu, aku dan apung selalu was-was jika melewati rumah itu. Lima puluh meter dari rumah itu, ada rumah pak dahlan yang memelihara banyak ayam, baru kemudian melewati lapangan kecil tak berumput tempat bermain bola dan badminton. Di halaman mesjid telah tampak beberapa teman ku. Mereka berlari lari, main Tak lari, ada juga beberapa yang membawa kelerang dan memainkannya dengan dua orang teman lainnya. Disamping mesjid ada rumah kecil, gubuk terbuat dari bamboo, didepan rumah itu ada warung mpok kiah yang menjual kue kremes dan asinan. Sehabis sholat, Langlang dan teman-teman suka membeli asinan sayur atau asinan bangkuang. Asinan sayur memakai rumput teki dan kerupuk kuning. Kalau habis bermain Tak lari, makan asianan bengkuang segar sekali rasanya, asin-asin agak asem pedas.

Pulang dari mesjid aku memilih jalan melalui pasar darurat. Sudah tidak ada lagi orang berjualan disana. Disini langlang tidak akan diganggu oleh anjing galak, walau jarak kerumah menjadi agak lebih jauh. Ada teman lain, mita dan mamang, juga lewat pasar karena memang dekat dengan rumah mereka. Setelah melewati pasar, ada pangkalan kayu dan tempat pengggergajian milik ayahnya mita. Mita, teman yang baik dan sangat pandai bermain kelereng. Larinya juga sangat kencang. Tapi ada yang aneh pada mita, dia selalu menyapa ibunya dengan menyebutkan ”Kiah”. Ya, kiah itu nama ibunya. Lucu juga pikir langlang, tapi itu sudah jadi kebiasaan mita. Walau demikian, mita tetap hormat dan santun pada ibunya, seperti anak-anak lainnya.

Mita masuk kerumah, mereka berpisah, aku dan apung masih meneruskan perjalanan pulang melalui warung si ujang. Ujang orang padang dan acap dipanggil si kuping gajah, karena memang telinganya sangat besar. Tapi, ujang tidak marah walau di panggil si kuping gajah. Ujang anak yang bongsor, awaknya lemah, larinya lambat dan badannya lembek. Dia lebih senang bermain dengan anak yang lebih kecil. Dengan begitu ujang menjadi lebih hebat dibanding jika dia bermain dengan sebaya atau yang lebih tua. Walau begitu ujang suka juga menangis jika terjadi perkelahian dengan anak-anak yang lebih kecil.

Diwarung ujang dijual permen warna warni, kue-kue, es mambo, limun. Cream soda atau sarparila, limun yang paling disukai anak-anak. Minum dengan es sehabis bermain di terik paling favorit.

Tanding bola

Anak-anak gang mesjid dan pasar darurat telah berkumpul semenjak pagi. Tiang gawang dipersiapkan, garis pinggir diberi tali rafia sebagai tanda. Sebagian memakai kostum dan sebagian tidak. Aku menendang-nendang bola kulitnya didalam jaring. Terkadang iil dan apung juga ikut menendang. Bola itu terbuat dari kulit, bentuknya sudah agak lonjong karena sering terendam air. Benang-benangnya sudah ada yang terlihat meregang. Jika masuk kedalam kubangan air, bola menjadi berat dan licin saat ditendang. Ayah yang membelikan bola itu dipasar dekat jembatan jeling.

Iwan andalan gang mesjid. Dia jadi kapten. Pandai menggiring bola dan tendangannya keras. Kelompok dari pasar darurat anaknya besar-besar tapi kurang lincah dan kurang pandai menggiring bola. Pertandingan sangat seru. Beberapa kali anak-pasar darurat terjatuh dan tidak dapat merebut bola iwan. Dengan mudah iwan menggolkan bola kegawang anak-anak pasar darurat. Kelompok gang mesjid menang dengan skor 3-1. Kelompokku kemudian bertanding melawan anak-anak dari belakang bengkel. Dalam kelompok ku ada iil anaknya ceking dan kecil, apung kekar dan tegap, mamat agak lumayan lincah, uwan awaknya jangkung tendangannya keras. Mereka memang anak-anak yang pandai bermain bola, karena sering berlatih.

2. MENGEMBARA

Tahun 1976
Bersama salim tuheteru aku mengikuti latihan pada sebuah club pencinta alam yang bernama TRAMP. Sektretariatnya di jalan oto iskandardinata, di wilayah kampung melayu jakarta Timur. Pelatih seniornya kak edmon dan kak obi, keduanya kakak adik bersaudara. Mereka tinggal bersama ibunya. Nampaknya ayahnya telah tidak ada. Kami sering berkumpul di sekretariat, saling menceritakan pengalaman. Banyak foto-foto, kayu-kayu, badge, bunga eidelweis, dan ransel yang terpampang di sekretariat. Sesungguhnya sekretariat TRAMP hanya berukuran kecil, tetapi kami senang saja berkumpul.
Latihan awal yang kuikuti mendaki bukit kapur cilengsi. Aku hanya latihan ringan saja. Yang lebih senior melakukan snapering, memanjat tebing. Tiga hari kami berada dalam latihan itu. Selesai latihan aku berhak mendapatkan badge. Aku ceritakan apa yang kualami pada ayah. Dia selalu bangga dan penuh dukungan kuterima.

Setelah beberapa kali melakukan diskusi, aku mengikuti program pengembaraan keliling jawa. Dalam program ini, kami dibekali cara-cara survive didalam masyarakat. Kami tidak diperbolehkan membawa uang yang banyak, hanya sekedar untuk biaya transportasi saja. Alamat-alamat penting dibeberapa wilayah, seperti surabaya, jogya, bandung, madiun dan lain-lainnya diberikan. Ini adalah alamat-alamat jaringan TRAMP dimana kami setiap saat dapat memperoleh pertolongan.
Aku sampaikan program ini pada ayah. Nampaknya dia menyetujui, walaupun belakangan kuketahui dari pembicaraannya dengan ibu yang tidak sengaja terdengar oleh ku, ayah agak khawatir. Dia bilang, didepan anak kita musti tunjukkan kalau kita kuat supaya anak itu tetap semangat.
Aku lupa berapa uang yang diberikan padaku saat itu, kukira tidak sampai tiga ribu rupiah. Dari jakarta kami berangkat berempat, aku, salim, marno dan rijal. Kami berangkat dari jakarta menuju jembatan timbang tambun, kemudian menumpang truk barang sampai ke surabaya. Dari surabaya kami bersama-sama dengan kelompok pencinta alam PALAPA menunju trowulan, dan tretes disana ada air terjun, kami bermalam bersama di tempat itu. Aku berkenalan dengan kakak senior, namanya mardiana, dia tampak berpengalaman mendaki gunung. Ada juga Medi vandi dan lainnya. Mereka umumnya anak-anak SMA Negeri dua, Surabaya. Didalam klub itu ada wiwik, seorang senior yang ayahnya ketua DPRD jawa timur. Beberapa hari kami di tretes, kemudian melanjutkan perjalanan ke malang. Di malang rijal pulang lebih dahulu, dia bilang kangen dengan mamanya.
Kami terus berkeliling, ke banyuwangi, madiun, nganjuk, kediri, hutan alas roban, solo, jogya, magelang, cirebon, majalengka, bandung, kemudian kembali ke jakarta. Semua kita jalani selama dua minggu tanpa uang dan dengan transportasi numpang-numpang. Petugas-petugas jembatan timbang, polisi dan supir-supir truk sangat berjasa dalam pengembaraan kami. Termasuk teman-teman TRAMP di daerah, mereka memberi makan dan tempat tidur. Malah ada beberapa sahabat palapa yang agak senior memberi uang pada kami, sekedar untuk sangu diperjalanan.

Pengalaman yang kudapat dari TRAMP, kuceritakan pada sahabat-sahabatku di SMP. Mereka terkesan dan berminat melakukannya.
Tahun 1977, menjelang bulan puasa aku dan Jodi, sahabat smp ku merencanakan pengembaraan jawa-bali.
Aku telah menyampaikan rencana ini jauh hari sebelumnya, dan mendapatkan restu dari ayah dan ibu. Tampak ayah bangga pada rencanaku ini. Dia berpesan agar selalu mendatangi mesjid jika sampai disuatu tempat. Aku menjadi teringat dengan langlangbuana,tokoh dalam dongeng ayah itu.
”Sampaikan pada jemaah mesjid yang ditemui, aka adalah musafir” pesan ayah. Ku ingat selalu pesan itu, dan benar sangat bermanfaat bagiku dimanapun.

Mendirikan verat

Dalam persiapannya, aku membuat surat-surat. Membuat kertas surat berkop VERAT, sebagai nama club pengembaraan yang kami bentuk, dengan alamat rumahku. Aku, jodi, ipat kepedendekan dari idung patah atau iman prayitno membentuk VERAT. Sebuah Club pecinta alam dan pengembaraan.
Tidak lama kemudian, menyusul bergabung chelli atau edi sutisna dan abo atau rendra sukmana.
Surat yang kubuat itu semacam surat pemberitahuan kepada polisi. Juga sekaligus yang ditujukan untuk khayalak ramai dimanapun aku akan berada.
Isi surat itu kira-kira sebagai berikut ;
Bersama ini kami nama-nama berikut ini adalah dari organisasi VERAT, yaitu sebuah organisasi yang bergerak dibidang pencinta alam, ingin menyampaikan bahwa kami memohon bantuan dan dukungan kepada Bapak-bapak didalam program pengembaraan kami untuk mengetahui kehidupan masyarakat yang berada di pulau jawa dan bali.
Demikian, atas bantuan Bapak-bapak kami ucapkan terimakasih.

Langkah pertama yang kami lakukan adalah mendatangi kantor polisi di mampang prapatan. Disini kami minta agar polisi melakukan pencatatan dan membuat pengesahaan bahwa telah mengetahui maksud pengembaraan kami. Diatas tanda mengetahui yang ditandatangai polisi yang bertugas juga diberi stempel. Maksudnya, jika terjadi sesuatu dengan kami, orang-orang dimanapun dapat menghubungi kantor polisi ini.
Surat berstempel polisi dan lembaran-lembaran lainnya kami gunakan sebagai alat administrasi, karena Kartu Tanda Penduduk atau KTP belum kami miliki. Karena belum cukup umur, aku 15 tahun dan jodi 14 tahun. Berikut juga kami bawa notes, buku alamat dan telpon, alat tulis, tustel, pisau belati, harmonika, baju dan celana, dan lain-lainnya yang diperlukan. Ranselku terisi barang-barang itu. Kira-kira tersisa sedikit ruang saja.
Kami berangkat dari terminal bis pulo gadung. Dari sini menumpang kendaraan kecil menuju jembatan timbang pertama di Cibitung. Jembatan timbang ini adalah tempat dimana truk-truk bermuatan barang ditimbang bebanya. Disitu ada alat timbang. Truk-truk hanya jalan melalui jembatan itu, timbangan akan menunjukkan berapa besar bebanya. Baru kemudian supir truk membayar sesuai dengan jumlah timbangannya. Kala ini, akau tidak begitu memperhatikan apakah supir truk betul-betul membayar sesuai dengan angka timbangan atau hanya memberikan sejumlah uang tertentu pada petugas. Suka sama suka saja.
Selanjutnya kami liften dari satu truk ke truk lain hingga bali. Di Bali aku diajak nginap dirumahnya pak Made london, supir truk yang baik hati yang telah membawa kami mulai dari tegal. Rumah itu terletak didaerah tabanan.

Setelah berkeliling bali dengan truk, kami kembali ke jawa melalui gilimanuk. Sampai di ketapang kami kehabisan uang. Untuk mencapai jembatan timbang atau kantor polisi terdekat kami harus berjalan kaki menyusuri tepi jalan hutan blauran. Saat itu Kami betul-betul kelaparan dan sangat lelah. Tetapi beruntung, menjelang magrib nampak ada sebuah mesjid. Kami ikut sholat disana.
Bukan main segar rasanya mendapat air untuk berwudhu. Selesai sholat, kami melanjutkan jalan menuju jembatan timbang atau kantor polisi terdekat. Beruntung, tanpa kami sadari, tiba-tiba dari belakang datang seorang tua bersepeda, dia menghampiri dan menyapa kami.
Entah mengapa, dengan sangat santun dan penuh kasih sayang dia mengundang kami untuk mampir kerumahnya.
Dirumah orang tua itu, kami dipersilahkan duduk diruang tamu. Rumah itu berdinding bambu dan berlantai tanah. Kulihat lampu teplok yang cahayanya agak redup-redup yang memberi penerangan rumah itu.
Kami diberi teh manis hangat yang langsung diantarkan oleh istri orang tua itu. Ibu tua itu tidak berbicara tetapi hanya memberikan senyum dan mempersilahkan kami untuk minum. Dari wajahnya terpancar ada keluhuran budi.
Aku lupa siapa yang lebih dulu meneguk suguhan itu, apakah aku atau jodi yang lebih dahulu. Tetapi setelah kuteguk, oh, bukan main nikmat rasa teh manis itu. Kurasa itu adalah teh manis ternikmat yang telah kurasakan sepanjang hidupku.
Kemudian kami lanjutkan perjalanan hingga tiba di jembatan timbang terdekat. Aku dan jodi melapor pada kepala jembatan timbang sambil menyodorkan surat VERAT sekaligus memohon untuk dapat ditumpangi truk yang ke surabaya. Setelah dibaca dan distempel, aku di suruh menunggu di bangku kayu yang ada didepan kantor. Agak lama menunggu dan karena letihnya yang tidak terkira, kamipun tertidur. Baru kira-kira agak tengah malam, mungkin pukul duaan kami dibangunkan untuk naik truk yang menuju surabaya. Tidur kami lanjutkan diatas truk itu. Terimakasih kami ucapakan pada bapak-bapak jembatan timbang.
Setelah menginap dua hari di dupak bandarrejo Surabaya, perjalanan terus kami lanjutkan ke solo.
Di Solo kami ditempat seorang kakek yang dikenalkan oleh kerabat di Jakarta. Kami panggil mbah suro, seorang yang baik budi, dan santun. Nampaknya dia mempunyai kepercaayaan jawa kejawen. Karena kulihat tidak bersholat sepanjang hari. Kakek baik budi itu membawa kami ke tawang mangu dan ke keraton solo. Menurut ceritanya, mbah suro pernah bekerja sebagai abdi dalem pada keraton solo. Tapi kini telah pensiun.

3. TAHUN 1981 di PADANG

Pagi subuh aku sholat berjemaah bersama ayah. Kami duduk sebentar ruang makan. Sambil minum teh, ayah cerita tentang orang-orang yang suka bermain-main di pantai setelah subuh. Kami berdua sepakat melihat kesana.
Ayah menghidupkan mesin mobil toyota corrola warna abu-abu. Kami pun berangkat menuju pantai.
Menyenangkan memang, melihat orang-orang bergembira dan bercengkrama di pantai padang. Aku juga merasakan ada sesuatu yang membahagiakan dalam diriku. Bangga dan senang bermobil berdua dengan ayah. Dia pun kulihat bahagia.
Tampak tampan dan gagah ayahku ini. Berstelan celana putih dan berkaus polo. Badannya tegap, pancaran wajahnya sejuk dan bersahaja.
Ayah bertugas menjadi kepala sebuah kantor pemerintah untuk wilayah sumatera barat. Dia membujukku untuk mengikuti ujian masuk universitas ANDALAS Padang. Aku ikut papa dan ikut ujian. Aku diterima. Ayah dan ibu senang, kami dapat bersama tinggal di padang. Setidaknya selama ayah bertugas. Kurang lebih tiga tahun bertugas, ayah pun kembali ke Kantor pusat Jakarta. Tepatnya tahun 1983. Aku tetap tinggal karena harus menyelesaikan kuliah. Ada perasaan hilang dan sedih. Tapi ayah membesarkan hati untuk tetap kuat meneruskan sekolah.

Kuingat dia bangga saat hari pertama aku masuk kampus. Dengan gembira dia ceritakan pada tamu yang datang dirumah bahwa sejak kecil aku suka menyanyikan lagu yang diajarkan ayah, lagu aku ini orang tani. Saat ini dia menjadi mahasiswa pertanian. Aku haru melihat kebahagiaan ayah yang ditunjukkan pada tamu di rumah itu.

4. KEMBALI DARI DEN HAAG

Tahun 1994. Di Jakarta.
Di sebuah warung kopi, di persimpangan jalan utan kayu dan pramuka.
Pojok kiri, dari bagian ujung pasar ginjing, di awal jalan menuju ke keramat sentiong.
Kira-kira pukul sembilan malam.

Kami duduk diluar warung, di sebuah bangku kayu panjang.
Dengan dua gelas kopi susu seharga seribu rupiahan, aku dan Joh membincangkan soal-soal hedonisme, orang miskin, orang-orang kaya, pejabat-pejabat negara, orang desa, petani, nelayan, militerisme sampai pada kekuasaan suharto. Suara bising kendaraan yang lalu lalang. Percakapan penjual buah dan suasana tawar menawar antara pembeli ibu-ibu, yang umumnya menggandeng anaknya, mengisi suasana obrolan itu.

Ada kegelisahan sosial dalam obrolan kami. Kesal, prihatin, benci, dan agak frustasi.
Tapi, apa yang bisa kita buat ? pertanyaan itu muncul pada diri masing-masing.
Walau menyadari begitu kecilnya peran yang dapat dilakukan pada kehidupan manusia di Indonesa yang sangat besar ragam dan masalahnya.

Mulai dari mana kita, joh bertanya.

Setamat kuliahku di Padang. Sudah hampir delapan tahun tidak berjumpa dengan Joh. Sepanjang itu, aku berada di luar negeri, di kota Den Haag, Belanda. Belajar dan bekerja. Bebarapa kali kami berkirim surat, bertukar informasi.
Dalam suratnya, Joh banyak menyinggung keadaan kepemudaan dan politik di tanah air. Hedonisme sudah sangat kuat pengaruhnya pada anak-anak muda kita. Memprihatinkan. Mereka tidak mau pusing dengan ideal-ideal yang bersifat kejuangan intelektual, gak mau capek mikir yang ideologis, apalagi kerja keras untuk mencapainya. Cuma sibuk cari kenikmatan-kenikmatan hidup yang sangat pragmatis.
Pada suratnya yang terakhir, oktober 1989, pernah juga Joh sampaikan minatnya untuk tinggal dan bekerja di Belanda. Tapi tidak pernah jadi. Walau aku katakan siap untuk membantunya.

Pada surat-suratku, aku menceritakan sebaliknya, tentang aktifitas pelajar dan pemuda Indonesia di Belanda. Juga sistim perpolitikan di Belanda. Ku ceritakan juga aktifitasku sebagai sekretaris ikatan karyasiswa dan cendekiawan Indonesia (ikaci) di Belanda. Umumnya kegiatan yang kulakukan membuat diskusi tentang sosial politik maupun teknologi. Sesekali jika ada menteri dari kabinet suharto yang datang, kuselenggarakan pertemuan dengan pelajar dan mahasiswa Indonesia di Belanda. Umumnya mereka akan senang hadir. Selain berkangenan satu sama lain, karena ada makanan Indonesia pada lunch, tetapi pertemuan dengan para menteri juga dijadikan media untuk praktis forum, latihan mengemukakan pendapat dan berdebat. Tapi bagi mereka yang sudah kuat dan biasa berargumentasi, pertemuan itu dijadikan loby-loby advokasi intelektual.

Waktu mahasiswa, kami sangat aktif membuat kegiatan kepemudaan. Aku dan joh dan teman-teman lain mendirikan organisasi extra kampus. Kegiatannya macam-macam. Antara lain menyelenggarakan kejuaraan-kejuaaran olah raga, lintas alam, dan lainnya. Disamping diskusi-diskusi politik dan sosial. Bekerjasama dengan Gubernur atau Walikota dalam penyelenggarakan kegiatan organisasi hampir selalu dilakukan. Bukan karena apa-apa, tetapi lebih kepada cara untuk memobilisasi sumberdaya. Biasanya para petinggi daerah itu menjadi sponsor atau memudahkan organisasi untuk mendapatkan sponsor. Kami lakukan tidak hanya untuk skope propinsi tetapi juga antar propinsi. Sebagai pemuda dan mahasiswa kami tidak pernah kehilangan spirit dan akan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan. Pada saat itu aku tidak melihat adanya kecemburuan kelompok pemuda lokal atas kegiatan-kegiatan yang kami lakukan, tetapi mungkin sedikit persaingan. Pada saat itu, halaman-halaman koran lokal sering memuat berita kami. Cukup membanggakan untuk kami. Juga karena jadi pembicaraan pelajar-pelajar atau mahasiswi-mahasiswi.

Setelah tamat kuliah, tahun 1986, aku masih menjalin kontak dengan joh. Aku mendengar kabar dari joh dan beberapa teman, semangat teman-teman termasuk kegiatan organsiasi itu telah semakin menurun. Seperti terjadi demotivasi. Aku tak tahu apa sebabnya. Padahal telah 6 tahun organisasi itu berdiri. Dan selama itu aktif secara intensif. Hanya pada liburan kuliah saja yang tidak ada kegiatan, selainnya selalu penuh.
Aku tergerak untuk menulis pada mereka. Tepat pada hari pendirian organisasi itu kukirimkan tulisannya. Maksud tulisanku ini tidak lain untuk tetap memberikan semangat dan pencerahan kepada teman-teman. Tulisan itu kuberi judul : ”Larasika dan potensi individunya”. Larasika adalah nama organisasi itu.

Demikian isi tulisannya;
”Pada tahun 1987 ini telah genap 6 tahun Larasika berdiri. Sejak didirikannya organsasi ini pada tahun 1981, saya telah banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang bermanfaat, baik itu yang berasal dari Larasika ataupun dari dalam diri saya sendiri.
Larasika dalam perkembangannya selalu diikuti oleh berbagai situasi yang selalu dicirikan dengan kondisi pengurus atau anggota pada masa-masanya. Di tahun 1981, sebagai awal pergerakkan, pengurus bersama anggotanya lebih banyak berkonsentrasi pada penataan keharmonisan dalam tubuh organisasi, dimana hal ini ditunjukkan dengan aktivitas pembuatan landasan yuridis yang diharapkan menjadi dasar pokok pijakkan operasional organisasi, yaitu antara lain dengan disusunnya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Organisasi.
Setelah rampung dan commited dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang merupakan cerminan dari maksud awal pergerakkan tadi (tata intern), maka pada tahun 1982 Larasika mulai membuka diri untuk memberikan fungsi atau andil atas keberadaannya didalam masyarakat, khususnya kepada masyarakat ditempat dimana Larasika berada. Dan sampai kini pun Larasika telah banyak menampilkan diri memberikan andil yang cukup simpatik bagi masyarakatnya, antara lain telah ada kreatifitas pembinaan atau penyediaan wadah kegiatan-kegiatan bersifat rekreatif seperti olah raga, kesenian dan lain sebagainya.
Perlu juga kita sadari bahwa jenis kegiatan rekreatif ini dalam proses kehidupan manusia termasuk salah satu faktor yang sangat esensial (sebagai faktor penentu keseimbangan pada aktifitas kehidupan sosial manusia) yang merupakan manifes mental dan fisik.
Sebagai komponen masyarakat ditempatnya berada, Larasika telah dapat memberikan andilnya dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan karena pola-pola yang ada didalam tubuh organisasi telah dapat dipadukan sehingga kerjasama yang diharapkan terbentuk dan berjalan dengan harmonis.
Saudara, saudariku se larasika,
Pada kesempatan ini saya tidak hanya ingin mengajak saudara/i menelaah larasika secara total (sebagai kelompok manusia yang mempunyai tujuan sama), akan tetapi saya ingin menelaah lebih jauh tentang hakekat individu-individu yang berada didalam kelompok tersebut. Pada dasarnya individu-individu didalam larasika tergolong kepada komponen individu yang mempunyai latar belakang educated, karena sebagian besar anggotanya mahasiswa. Dengan demikian saya berpendapat bahwa individu tersebut dapat digolongkan sebagai calon-calon intelektual.
Kenapa saya berpendapat untuk menggolongkan saudara-saudari kedalam kelas tersebut? Hal ini antara lain disebabkan karena : 1. Latar belakang pendidikan yang dimiliki, 2. telah mampu ikut memikirkan atau berbuat untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat, walaupun masih dalam lingkup masyarakat minoritas (daerah/regional) dan dalam bentuk kreatifitas sederhana.
Kalau boleh saya memperinci lagi, bahwa pada pokoknya intelektual dalam pengertian ideal (dirangkum dari pendapat mohammad hatta, rosihan anwar dan beberapa ilmuwan barat lainnya), adalah mereka yang educated, berkarakter serta memiliki gagasan-gagasan sosial dan politik. Dimana secara umum pegangan dari kaum intelektual adalah kemanusiaan (humanity) dan bukan seseorang yang hanya memusatkan diri pada satu bidang saja (scientist) seperti, ahli pertanian, ahli hukum, ahli ekonomi, ahli mesin dan sebagainya.
Oleh karena itu dengan kriteria tadi saya telah mendapatkan dan melihat adanya potensi-potensi didalam individu manusia yang ada didalam larasika untuk menjadi manusia (insan) yang dapat digolongkan kepada kelas intelektual.
Kearah mana kita?
Kaum intelektual menurut mohammad hatta merupakan minoritas yang berkualitas dan dalam saat-saat gawat dimana demokrasi macet dia tampil kemuka untuk menyelesaikan.
Untuk sampai kepada tingkat kwalitas yang tinggi (high quality level) kita perlu banyak melatih diri, dengan berfikir dan kreatif. Dalam melatih kemampuan berfikir kita dapat melakukkannya secara bersama dengan cara berdiskusi dengan tujuan untuk menjernihkan buah pikiran kita yang timbul akibat reaksi (control social) terhadap kondisi lingkungan (dalam bentuk sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan yang ada). Selain itu latihan tersebut dapat pula dilakukan secara individu yaitu dengan banyak membaca, berfikir (merenung), menganalisanya serta menyampaikan dalam bentuk yang mudah diterjemahkan atau diserap.
Penyampaian buah pikiran yang lebih matang (berupa tulisan atau makalah) dimana dilakukan di forum yang lebih terorganisir akan menjadi lebih baik, karena dengan metode ini diharapkan dapat mencapai kesimpulan yang lebih kompeten dan dapat disumbangkan kepada masyarakat (bangsa) yang sangat membutuhkan pikiran-pikiran ideal yang berwawasan nasional.
Kita perlu juga mengingat bahwa dalam proses ini, selalu akan timbul dan terjadi kontradiksi-kontradiksi pada diri kita, dengan antara lain : masyarakat dimana tempat kita berada (indonesia), penguasa, teknokrat murni (scientist), kaum politisi, dan dengan sesama kita sendiri. Kontradiksi ini timbul tanpa disadari didalam diri kita, karena tanpa kita sadari juga kita telah diarahkan olehnya menjadi seorang pelopor (inovator), individu yang memilki pola berfikir yang tidak sama dengan pola berfikir masyarakatnya (capable untuk menarik masyarkat kearah kemajuan), menjadi responsif, menjadi kreatif (tidak kreatif). Dengan demikian gejala kontradiksi yang timbul didalam diri kita adalah suatu hal wajar saja, dan tidak perlu membuat kita menjadi fanatik yang bisa merongrong rasionalitas diri kita sendiri (irasional). Kita harapkan bersama bahwa gejala kontradiksi ini merupakan dorongan penjiwaan untuk menjadi manusia yang radikal dalam ide dan rasional dalam pencapaian. Tetapi meskipun demikian perlu ada perhatian terhadap penyakit-penyakit yang potensial timbul dari diri kita, dan telah menjadi riil pada beberapa orang dari angkatan muda organisasi kita. Pertama yaitu asal lempar ide karena merasa bangga bila pendapatnya di tentang orang, kedua mengadakan identifikasi dengan intelektual-intelktual ternama.
Sebagai mahasiswa yang telah memperoleh bekal kemampuan akademis maka dalam rangka pengabdian, kita terpanggil (harus peka) untuk mendewasakan masyarakat yang masih dipengaruhi penyakit-penyakit mental yang kronis, dan mengembalikan kehidupan ideal mahasiswa untuk menjadi manusia yang terpaku dengan budaya slogan yang tidak realistis. Sehingga kita akan menjadi minoritas yang berguna dan berfungsi di masyarakat dan bangsa.
Minoritas yang berkemampuan akademis, bersikap hidup kreatif, berwatak mengabdi dan paling utama bernafaskan agama, pada akhirnya akan melahirkan ilmuwan yang kreatif atau penggerak pembaharuan pembangunan. Dus, menjadi seorang intelektual. Dilain pihak kita akan meninggalkan insan-insan akademis tanpa kreasi (sarjana tukang atau pekerja rutin), karena seorang sarjana tukang tidak akan kecewa bila dirinya tidak ikut bergerak memecahkan persoalan-persoalan kehidupan masyarakat yang selalu timbul.
Saudara, saudariku,
Kemana kita akan arahkan diri kita?, tentunya kita sendiri yang bisa menjawabnya.
Sedikit sumbangan pemikiran ini saya sampaikan karena saya, terus terang khawatir apabila potensi-potensi yang kita miliki ini (yang bermanfaat bagi orang banyak) menjadi mubazir, dan mungkin tanpa disadari menuju kemusnaahan.
Akhirnya saya ucapkan semoga kemampuan yang kita miliki ini harus tetap segar dan menjadi riil dan bermanfaat bagi manusia serta alam semesta. Amien.

Salam,
Jakarta,22 april 1987

Surat ini kusampaikan via pos. Mungkin makan waktu kurang lebih seminggu untuk sampai. Agak lama baru aku mendapatkan kabar, bahwa surat telah diterima dan dibaca. Hanya joh dan oskar yang merespon kepada ku secara langsung. Joh memang mengkhawatirkan hal itu, sedangkan oskar berencana akan lebih memodifikasi kegiatan-kegiatan. Lainnya mungkin tidak sempat saling kontak. Tetapi, ada kepuasan dalam diriku, karena telah menyampaikan apa yang telah menjadi kekhawatiranku belakangan ini. Baik terhadap orientasi teman-temanku dan juga organisasi.

Saat ini, kami berdua tidak memiliki kegiatan khusus yang terorganisir. Karena masing-masing baru kembali lagi ke jakarta.
Joh kembali dari Sumatera dan aku dari Belanda.
Joh kembali karena kedua orang tuanya meninggal dunia. Ayah joh meninggal lebih dahulu, lima bulan kemudian ibunya menyusul. Joh menceritakan terpukul dengan keadaan ini. Hingga kehilangan semangat untuk melanjutkan kuliah yang tinggal selangkah lagi.
Aku kembali karena spirit yang dimunculkan dari ayah. Baktikan lah diri di tanah air. Banyak sekali yang bisa dilakukan untuk masyarakat. Kita dapat berguna banyak. Karena banyak orang yang membutuhkan. Lain halnya di Eropa, orang-orang sudah hidup makmur, hidup sudah sendiri-sendiri. Sedangkan masyarakat Indonesianya, umumnya hidup cukup walau dapat dikatakan pas pasan saja. Karena itu, keberadaan kita di lingkungan itu menjadi kurang berarti, kecuali lebih untuk kepentingan diri sendiri atau paling tidak keluarga kecil kita. Setiap pulang ke Indonesia, hal itu selalu disampaikannya. Pesan itu berkecamuk dalam pikiranku, karena benar kenyaataannya hidupku kurang berarti disana. Hingga pada tahun 1994 akhir kuputuskan untuk kembali ke Indonesia. Ingin berbuat, walau kecil, tapi dibutuhkan masyarakat di tanah air.

Dengan kegiatan-kegiatan organisasi kemasyarakatan yang selalu kami lakukan selama ini, entah kenapa, kevakuman yang ada, walau cuma beberapa saat saja telah membuat kami merasa kosong tidak ada makna. Mungkin bisa dibilang agak menjadi hilang kepercayaan diri. Apalagi jika tidak ada sesuatu yang dilakukan untuk masyarakat, walaupun itu kecil saja. Paling tidak, ada sesuatu yang dibuat.

Teman kost ku sewaktu kuliah di Padang, Steve saxenian. Seorang amerika, berasal keluarga armenia dan besar di Boston massachuset. Di padang dia menjadi volunteer mengajar bahasa inggris untuk fakultas sastra di Universitas Andalas. Kontrak kerjanya tiga tahun. Dan bebarapa bulan lagi akan habis. Suatu malam, tahun 1984, dia datang ke kamarku. Steve merasa gamang dengan hidupnya. Katanya, pikiranku sedang tidak karuan saat ini. Umurku sudah dua puluh tiga tahun tapi aku masih belum jelas akan berbuat apa, terutama yang akan berarti pada orang lain. Antara lain, menjadi guru bahasa inggris di pedalaman kerinci jambi menjadi salah satu opsi yang disebutnya.

Apa?
Kembali pada obrolan ku dengan Joh.
Ya apa yang mungkin kita buat?
Mungkin buat yayasan, bantu petani dan nelayan.
Memberikan pengetahuan baru, membantu pemasaran hasil usahanya, mencarikan modalnya, misalnya… atau bisa juga mengajak masyarakat kota mengenal kehidupan desa agar mereka menghargai dan untung-untung kalau mau ikut membantunya.
Aku pernah mempelajari sebuah yayasan di Leidschendam kota kecil dekat Den Haag Belanda, Stichting het kleine loo voor land en tuinbouw. Yayasan yang bergerak melakukan public relations untuk mengenalkan kehidupan di pertanian kepada masyarakat non pertanian. Beberapa kali mengunjungi kantornya dan berbicara dengan pengurusnya. Karena kebetulan tak jauh dari rumahku. Selalu kulewati jika aku naik trem dari rumah ke central station Den Haag. Dalam yayasan ini, aku terdaftar didalam mailing listnya, sehingga setiap bulan menerima buletinnya.

Aku terpikir, apakah kegiatan seperti ini yang mungkin kita kerjakan. Kami sama-sama sepakat perlu di pelajari dan dijajaki lagi lebih jauh.Walaupun untuk memulai semua itu, kami sama-sama tidak punya uang.

Kalau aktif berpolitik bagaimana?
Tergambar organisasi-organisasi politik, partai dan aparatusnya.
Ya itu berat masuknya Joh, mereka sudah sangat dikuasai oleh kekuasaan suharto. Mau kemana? Ke Golkar, PPP atau PDI, semua kondisinya sama. Mereka juga sudah membangun aparatus sampai kemana-mana, dan kuat di backing tentara dan birokrat, dan diperebutkan secara tidak sehat, tidak peduli di desa maupun di kota. Semua musti ada restunya.
Pola restu-restuan memang telah menjadi mekanisme pengkariran orang di bidang politik. Tanpa restu jangan harap dapat jadi. Jadi Joh, masalahnya kita tidak setuju dengan sistim besarnya kekuasaan, karena itu tidak mungkin kita masuk dalam sistim itu.

Hampir semua aparatus politik itu di biayai oleh uang negara, termasuk partai-partainya.
Tergambar dikepala ku suasana organisasi seperti SOKSI, KOSGORO, KNPI, HKTI, FKPPI, MKGR, dan lain-lain. Suasana hiruk pikuk intrik, saling tusuk dan tunjang, juga jilat menjilat dan manipulasi untuk cari restu. Begitulah sementara gambaranku. Itu tempat perebutan para pencari kenikamatan kekuasaan. Kekuasaan yang kita tidak setujui yang harus di bongkar habis. Ada pula ICMI, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, agaknya juga bersama pada kekuasaan suharto. Karena atas restu suharto organisasi itu dapat berdiri.

Semenjak mahasiswa, kami telah sangat tertekan oleh sistim kekuasaan yang dibuat suharto. Dan pernah melakukan perlawanan-perlawanan yang tidak berarti terhadap sistim kekuasaan itu. Karena hanya gerakkan-gerakkan sebatas diskusi tertutup dan pernyataan-pernyataan frustasi di forum-forum tertentu.

Selain restu-restuan yang musti ada didalam kerepotan rumah politik nasional. Juga kemampuan memanipulasi sistim perkawinan kekuatan politik ABRI dari militer, birokrat, dan partai politik, dan penguatan pada unsur keagamaan menjadi faktor pendorong eksistensi seseorang didalam karir politiknya. Oportunitinya seperti itu, tinggal bagaimana sepak terjang oportunisnya.

Gak usah lah joh. Sistim itu rusak dan akan bangkrut. Karena jaman akan berubah.
Kita cari yang paling sederhana saja. Bentuk yayasan. Bergerak untuk menjadi jembatan atas missing link yang terjadi antara civil society dan state. Kali ini, mungkin pas, ya kita jalankan saja. Kita lihat nanti bagaimana perkembangannya.
Yayasan itu pun kami bentuk.

Di Terminal dan pasar

Bersama Joh ke Terminal bus kampung rambutan. Kira-kira jam sebelas malam. Kami mencari-cari lokasi yang enak untuk melihat-lihat. Atau tepatnya mengamati situasi terminal itu. Di tengah-tengah ruang tunggu ada teras dan tangga yang berbatasan dengan trotoar. Disitu kami duduk, dan memesan kopi pada ibu warung yang warungnya sejajar dengan Loret-loket penjualan karcis. Walau sudah malam, tapi udaranya masih terasa panas. Mungkin juga disebabkan oleh hawa mesin bus yang terus hidup dan asap knalpot. Walau sesekali angin semilir yang membawa hawa dari perbukitan bogor terasa di kulit.

Konon dengan miliaran rupiah terminal ini dibangun, tidak ada kesan bagus, bersih dan teratur yang kulihat. Apa lagi indah, sungguh sangat jauh.
Kursi-kursi tunggu berwarna biru tidak tertata rapi. Dilantai sampah bekas makanan dan gelas-gelas plastik bekas minuman berserakan. Tukang-tukang menjajakan dagangannya semaunya, dan sampah tertimbun dibeberapa sudut.
Kebersihan tampak menjadi suatu yang langka. Dapat kuduga bahwa sebagian besar orang yang berada dilingkungan ini sebagian besar beragama islam. Karena memang dalam demografi diketahui sebagian besar orang Indonesia dalam kepercayaan islam. Dalam islam, kebersihan adalah sebagian dari Iman. Kupikir-pikir kenapa begitu, tapi memang demikian, orang yang selalu berupaya untuk bersih dengan sendiri akan akan ingin membersihkan dirinya.
Tampak petugas LLAJR hilir mudik, tidak tentu apa yang mau dikerjakan. Preman nampak nongkrong dan berdiri di trotoar menanti penumpang bus luar kota. Juga perempuan-perempuan muda, menghampiri sopir-sopir bus luar kota yang sedang ngaso, menanyakan apakah mau di pijat.
Dua ribu lima ratus untuk pijat kaki. Lima ribu untuk kaki dan punggung. Tujuh ribu limaratus untuk semua. Pijat dengan cleansing cream atau minyak gosok sama saja bayarannya.

Semenjak kedatangan kami sampai dengan tengah malam, kami melihat petugas-petugas memungut uang ditengah jalan terminal dari kernet-kernet bus. Juga orang-orang yang berpakaian preman meminta uang bila ada calon penumpang yang berhasil diantarkan masuk kedalam bus.

Praktek premanisme seperti ini juga terjadi di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Di kantor-kantor pemerintah, di kantor desa, kelurahan, kecamatan dan lainnya. Juga di kantor-kantor polisi dan kantor kependudukan. Meminta dan memungut dengan liar. Ini adalah sebuah gejala kehidupan didalam sistim sosial yang menyimpang. Dimana mandat disalah gunakan untuk kepentingan sendiri. Dan, membiarkan pemerasan terjadi oleh manusia pada manusia lain. Kelihatan negara menjadi kehilangan makna. Karena sesungguhnya negara harus berperan dalam sistim sosial kemasyarakatan. Pada situasi manusia tidak bisa menghindari atas kekerasan atau kejahatan yang dilakukan oleh manusia lain, maka disitulah negara selayaknya berperan.

Suatu waktu, pada sabtu malam, kami ke pasar minggu. Di pasar sayur kami mengamati hiruk pikuk orang-orang. Tepatnya di warung kopi yang letaknya persis berhadapan dengan para pedagang, kami duduk sambil menikmati kopi susu dan kue pancong. Tampak seorang penjual wanita sedang merapihkan sayurannya yang masih berserak. Ditumpuk dan di kelompokannya cabai, terong, jahe, lengkuas, dan dedaunan lainnya. Penjual kelapa mengupas dan memisahkan batoknya. Kemudian ditumpukan. Penjual daging ayam memotong menjadi bagian-bagian, memisahkan dan mengelompokannya.

Seorang anak penjual kopi yang membantu di warung ikut ngobrol dengan kami. Usep berumur sembilan tahun, kelas empat SD. Dari cara dia berbicara dan menanggapi pertanyaan, anak itu kelihatan cerdas. Warung itu milik bibinya. Usep dibawa bibinya dari kuningan. Ibunya menitipkan pada adiknya itu agar dapat sekolah di Jakarta. Jika tetap tinggal di kuningan, usep sulit sekolah. Bibi usep telah berperan sebagai pengalih beban keluarga. Keadaan dikampung di alami sebagai penghambat bagi pertumbuhan masa depan usep. Pola-pola kehidupan disana di khawatirkan akan menggagalkan kehidupan usep. Bibi usep yang telah lama tinggal dikota dan memiliki usaha warung dipandang dapat menjadi faktor pengungkit bagi kehidupan dan masa depan usep yang selama dianggap suram. Keberanian orang tua usep didalam melakukan perubahan adalah sebuah inovasi biasa bagi orang-orang desa didalam berupaya memperbaiki nasib. Langkah-langkah perubahan oleh keluarga seperti ini terjadi tidak hanya bagi usep tetapi begitu pula secara massive terjadi pada keluarga dan anak-anak desa lainnya.

Tapi, alih-alih sekolah, usep harus ikut bekerja di warung. Menurut bibinya, dikampung usep harus membantu ayahnya yang menjadi buruh tani dikebun-kebun diperbukitan milik pak haji. Pak haji adalah orang kaya yang disegani di kampung usep. Dia memiliki dua puluh hektar kebun sayur dan kentang. Hasil kebunnya dijual pada para pedagang yang datang dari Bandung dan Jakarta.

Orang-orang pasar ini kelihatan sangat akrab satu sama lain. Saling bersahutan dan ledek-ledekan. Sering juga terdengar kata-kata kasar. Hai bedul, ngapain lu. Baca ; hai babi. Tapi tidak seorangpun yang marah menerima kata-kata itu. Mereka sudah saling mengerti atau mungkin sudah memiliki kesepakatan collective atau konsensus, bahwa begitulah bahasa pergaulan yang di terima. Mereka juga memiliki sistim solidaritas. Pada orang-orang yang mereka kenal atau paling tidak memiliki kenalan di pasar itu, dan yang tidak memiliki apa-apa dapat berdagang tanpa modal sekalipun. Dia bisa dengan hanya memilki alas karung bekas beras, digeletakkan di pelataran jual, sedangkan barang jualannya sedikit-sedikit dapat diperoleh dari para pedagang lainnya.

Sistim solidaritas sosial seperti ini memperkuat komunitas pasar sayur itu. Dalam sistim masyarakat yang lebih besar, solidaritas sosial perlu ada. Falsafah bangsa Perancis yang menganut sistim solidaritas sosial; liberty, egalite, fraternit, telah membuat perancis menjadi sebuah negara yang kuat dan besar. ……

5. SELERA REBUTAN KUASA DIMANA-MANA

Oktober 1998.
Ada gerakkan reformasi.
Orde baru runtuh. Suharto jatuh.
Habibi ditunjuk Suharto menjadi Presiden.
Mahasiswa sebagai penggerak reformasi ditinggal.
Kekuasaan tetap dipegang oleh orang-orang lama yang telah berkuasa.
Kurasa maksud untuk menggerakkan reformasi kekuasaan dan sistim kekuasaan itu sendiri telah gagal dengan sendirinya atau tidak jadi. Namun demikian ada beberapa orang yang kukenal baik terpilih menjadi menteri pada pemerintahan Habibi.

Marak demokratisasi.
Semua orang berselera untuk berpolitik. Kesempatan terbuka lebar.
Dimana-mana muncul gerakkan rakyat mengupas lemak-lemak orde baru. Sahabat senior ku Mas Adi mengatakan saat inilah waktunya untuk membersihkan lemet-lemet ordebaru.
Oleh masyarakat didaerah, gubernur atau bupati hasil cetakan orde baru di congkeli. Kepala-kepala dinas yang di drop dari Jakarta di gusurin. Pengusaha-pengusaha kroni penguasa orde baru baik yang berada di jakarta maupun di daerah di preteli. Pendeknya, rakyat yang selama ini hanya menonton, sekarang bernafsu untuk bermain dan melakukan perebutan satu sama lain. Mereka tidak ingin penguasa dan pengusaha lama tetap bercokol. Apalagi penguasa yang bukan putra daerah.

Isu putra daerah

Pada peristiwa-peristiwa pendongkelan dan perebutan kekuasaan di tingkat lokal, tadinya aku kurang begitu mengambil perhatian. Tetapi setelah kuikuti beberapa diskusi tentang ini di kampus UI dan collocium doctum seorang mahasiswa pasca sarjana yang meneliti tentang politik lokal, aku menjadi ingin mendalaminya secara ilmiah, terutama dalam-soal politik pembedaan.

Pada teman ku Ganda, seorang ilmuwan yang mengajar sosiologi di Universitas Indonesia, aku mengutarakan fenomena ini. Ganda adalah tamatan vander bilt university Amerika Serikat. Aku meminta penjelasan ilmiah dari gejala ini.
Menurutnya isu putra daerah maupun putra-putra daerah menjadi gejala sosial yang timbul akibat kecemburuan yang sangat akut dalam penguasaan strategic resources di daerah, terutama oleh etnis yang bukan berakar pada daerah tertentu yang secara tradisional dominan atau termasuk etnis dominan. Gejala seperti ini, atau berkembangnya bentuk pendominasian etnis atau pembedaan etnis tertentu atas etnis lain didalam perebutan kekuasaan politik lokal, disebut dengan ”politik pembedaan”. Dikatakan bahwa ini adalah suatu gejala yang wajar timbul pada masyarakat yang telah terlalu lama merasakan ketertindasan. Terutama didaeahnya sendiri, didaerah mana mereka berasal telah disingkirkan dan hanya menyaksikan kesewenang-wenangan dari orang-orang yang menjadi agen kekuasaan jakarta.

Memang sebagai wujud dari adanya social demand yang laten di masyarakat, munculnya gejala politik pembedaan menjadi sesuatu hal yang wajar. Walaupan berakibat menyuburkan penonjolan etnisitas sebagai alat untuk memperebutkan kekuasaan politik dan strategic resources yang selama ini sangat langka. Sentimen primordial pada suku dominan yang kuat pengaruhnya didaerah tertentu telah dijadikan instrumen politik untuk memenangkan perebutan kekuasaan. Setiap kelompok sosial berupaya mengidentifikasi diri dan saling mendefinisikan identitas etnisnya secara tajam. Bagi etnis yang lemah, pastilah timbul kecemburuan, mungki jadi sampai menimbulkan tindakan anarkis. Gejala ini menjadi sangat rawan konflik, baik secara immaterial maupun fisik.

Hutington seorang intelektual yang menulis sebuah buku berjudul ”benturan antar peradaban” mengatakan bahwa modernisasi didalam kehidupan masyarakat malah menimbulkan kecenderungan meningkatnya sentiment primordialisme masyarakat. Aku memandang gejala politik pembedaan ini, kalau memang terus terjadi, dapat menyuburkan vertikal gap atau horizontal distance didalam struktur sosial kemasyarakatan di daerah-daerah di Indonesia. Sehingga pada puncaknya dapat menjadi penyulut meledaknya konflik dan anarkisme di suatu wilayah. Proses pemilihan bupati, gubernur, menjadi contoh bagaimana politik pembedaan berkembang dan berkecamuk. Ini dapat golongkan sebagai problem kemasyarakatan (societal problem). Di koran-koran yang kubaca, diberitakan bahwa dibeberapa daerah yang telah melakukan proses pemilihan kepala daerah, seperti di wilayah propinsi Maluku Utara, NTT, Jawa timur, Sulawesi Selatan dan lain-lainnya telah terjadi konflik yang berlanjut pada anarkisme. Baku hantam satu sama lain, pembakaran, bahkan saling bunuh. Cenderung berkembang menjadi bentuk-bentuk masyarakat yang kehilangan adab atau kembali pada pola-pola kehidupan masyarakat primitiv.

Aku tidak melihat upaya pemerintah maupun tokoh-tokoh intelektual berupaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh gejala ini. Apakah ini dilakukan dengan membuat sebuah sistim yang berbentuk penyeimbangan penguasaan strategic resources dengan cara melalukan pergiliran didalam perolehan kekuasaan politik lokal atau sistim lainnya aku tidak tahu. Atau sistim apa saja yang dapat membuat friksi maupun kecemburuan mengecil dengan sendirinya. Temanku ganda mengatakan teori tentang consetional democracy, dapat di pertimbangkan sebagai pendekatan, atau mungkin instrument, yang dapat mengintegrasikan kepentingan-kepentingan etnis didalam perseteruan politik lokal. Dalam teori ini, kelompok mayoritas maupun minoritas tidak dilihat dari populasinya, tetapi dari resources yang dikuasi dan yang dapat dibuktikan secara historis.
Tetapi bagaimana dengan yang lain? Misalnya peran etnis pendatang yang umumnya berkecimpung didalam aspek perekonomian lokal, apakah akan menjadi perekat integrasi atau malah menjadi alat perpecahan. Juga yang masih tidak dapat diabaikan adalah peran militer, terutama yang selama ini terlihat kuat dalam konspriasi didalam kekuasaan politik lokal. Mungkin disini ilmu-ilmu seperti sosiologi dapat berperan secara lebih menonjol. Terutama untuk mengkaji dan membuat sistim yang dapat mengecilkan vertical gap dan horisontal distance. Apakah dengan sistim transformasi social ? seperti mengubah kebijakan daerah yang cenderung menyuburkan dan melanggengkan vertical gap maupun horisontal distance didalam masyarkat didaerah tertentu. Atau dengan mencari sistim integrasi yang berasal dari bentuk-bentuk pendekatan kultural yang secara turun temurun telah dialami oleh sejarah perkembangan masyarakat.

Menurut ku gejala pergerakkan ini telah merasuk kedalam sistim kemasyarakatan yang ada. Sehingga senantiasa berpotensi merusak. Dan, jika gerakkan ini tidak terkendalikan, atau dapat diatasi dengan sistim yang lebih baik, maka gerakkan politik pembedaan ini dapat merongrong sistim kebinekaan bangsa indonesia yang inclusive dan telah final disepakati didalam sumpah pemuda 1928 dan konsensus undang-undang dasar 45. Sesungguhnya dimanapun dan siapapun, selagi dia bangsa Indonesia harus siap dan rela menjunjung tinggi hak-hak setiap manusia Indonesia. Termasuk untuk dapat hidup tentram dan damai, dan dapat pula dipilih menjadi pemimpin dimanapun diwilayah Indonesia.
Memang ayah sangat besar kekhawatiraanya terhadap demokratisasi yang terjadi. Dalam sistim ini, bukan yang terbaik yang dapat dijadikan acuan tetapi yang terbanyak dipilih oranglah yang akan ditetapkan menjadi acuan orang.

Fenomena evo morales presiden Bolivia

Presiden Bolivia evo morales mengatakan, distribusi tanah untuk petani harus dilakukan. Walaupun dia ditentang keras oleh para pemilik tanah. Mereka disebut evo sebagai para penghianat penghisap petani dan kaum miskin. Evo tetap akan menjalankan programmnya. Dalam lima tahun dia mentargetkan 2000 Ha tanah terdistribusi untuk petani. Aku kagum dengan tekad Presiden Bolivia ini. Walaupun aku yakin dunia kapitalisme yang sangat besar dan kuat pasti akan saling bergandeng tangan untuk menghadangnya. Dan, sudah barang tentu Amerika Serikat dengan inisitif tinggi akan memimpin gerakan penghadangan itu.

Dalam benakku, bukan tidak mungkin akan terjadi sesuatu yang dapat mengancam keselamatan jiwa evo. Di banyak negeri peristiwa ini acap terjadi, sebut misalnya apa yang terjadi di Panama dan Equador. Tapi itu lah pemimpin perjuangan rakyat, dia jalan terus dengan keyakinnannya. Terutama untuk menepati janji pada rakyatnya. Melihat ini, aku jadi mengingat-ingat lagi dengan apa yang telah terjadi di Indonesia beberapa saat sebelum berita koran tentang evo morales ku baca.

Peraturan Negara untuk menguasai tanah rakyat

Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan presiden No.36 tentang penguasaan Negara atas tanah. Kebijakan ini ditentang dimana-mana. Menimbulkan keresahan. Bagaimana mungkin, tanah petani dan rakyat dapat digerus Negara hanya karena datangnya pemilik modal atau investor infrastruktur.

Dari pengamatanku selama ini, tentu bagi orang-orang yang telah mengalami efeknya atau setidaknya mengetahui telah dialami oleh kerabatnya atau orang lain di kampung atau lingkungannya, pola peraturan yang hampir serupa di masa-masa lalu, telah dirasa represif. Dan dilaksanakan secara otoriter.
Bagaimana tidak, dengan alasan demi hal-hal yang disebut sebagai kepentingan umum, negara dengan seenaknya dan pasti bisa mencabut hak atas tanah seseorang. Hal seperti ini umumnya dilakukan dengan penggantian kerugian materi tertentu yang sepihak, dengan cara pemaksaan maupun kekerasan.
Bagi petani yang kurang lebih 60% dari kira-kira 210 juta penduduk Indonesia, tanah adalah alat subsistensi atau “means of subsistence”. Yaitu satu-satunya sarana yang digunakan untuk menjamin kebutuhan pangan keluarganya. Atau untuk sekedar bertahan hidup. Dalam situasi Indonesia, yang terjadi adalah bagi sebagian besar petani, tanah kecil yang digarap atau dimilikinya itu, hanya mampu memberikan jaminan hidup minim untuk beberapa hari saja, bukan untuk berspekulasi bisnis, apalagi yang lebih dari itu.

Bagi kebanyakan manusia, tanah, rumah tempat tinggal, kebun, kuburan ibu atau bapak adalah harkat dan martabat keluarga. Dan merupakan kenangan yang nilai psikologis-nya tak bisa diukur dengan materi.
Aku bersama teman-temanku beberapa kali melakukan protes melalui forum-forum maupun surat kabar.
Beberapa kali ku baca surat kabar, wakil presiden, juru bicara presiden sampai presiden yudoyono mencoba meyakinkan pubik, peraturan ini untuk kebaikan masyarakat.

Dari pemberitaan yang mengutip pendapat sebuah LSM pembela hak-hak tanah petani, ku ketahui bahwa sesungguhnya telah terjadi kesepakatan infrastruktur summit 2005 diantara perusahaan-perusahaan baik nasional dan international dengan Pemerintah Indonesia. Berbagai kalangan malah menengarai bahwa peraturan itu sengaja dibuat dengan latar belakang untuk memperlancar pembangunan infrastruktur, sebagai komitmen Pemerintah dengan para pemilik modal itu.

Jadi jelas kelihatan. Investasi yang direncanakan melibatkan sekitar 810 trilyun rupiah, merupakan kepentingan para investor jalan tol yang membutuhkan tanah ribuan meter persegi atau kilometer. Kupikir-pikir sebenarnya jalan tol dibangun untuk siapa, pastinya lebih untuk memenuhi kepentingan golongan kelas masyarakat tertentu. Ya, tentunya hanya merekalah yang mampu menggunakannya. Dan, agak kurang bermanfaat bagi rakyat jelata yang mengisi sebagian besar perut bangsa Indonesia ini. Jadi dapat dimaklumi jika berbagai tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, menjadi geram dan sangat kritis. Mereka berpendapat bahwa peraturan ini lebih berorientasi pada kepentingan kelompok kaya dan penanam modal dari pada kepentingan masyarakat miskin Indonesia kebanyakan miskin.

Kupikir-pikir, ini tidak ubahnya seperti pungutan-pungutan liar yang biasa terjadi di berbagai tempat. Apakah di pasar, di terminal, ditengah jalan, atau yang selalu terjadi di kantor-kantor pemerintah, peraturan ini akan bernasib sama, yaitu sangat bisa untuk disalah gunakan. Mulut srigala telah siap menganga, merengkuh dan melumat sumber kehidupan dan martabat rakyat jelata dan petani.

Walaupun setelah kubaca, pencabutan hak atas tanah ini akan ada mekanisme ganti rugi dengan cara musyawarah, tetapi adanya ide pemaksaan sudah nampak jelas. Karena kepastian tanah rakyat yang terkena harus diserahkan sudah pasti. Lagi pula jika dalam jangka waktu 90 hari, diantara rakyat dan pemerintah tidak tercapai kesepakatan, maka ganti rugi dapat ditetapkan secara sepihak oleh panitia pengadaan tanah.
Ketentuan dan mekanisme yang digunakan pun Sungguh sangat sulit. Dapat dibayangkan bagaimana masa depan yang akan dihadapi oleh orang-orang yang tanahnya dicabut haknya, yang harus diputuskan hanya dalam waktu 90 hari? Mampukah waktu yang sesingkat itu digunakan untuk merubah kehidupan sebuah keluarga menjadi lebih baik apalagi lebih bermartabat dari saat sebelumnya?

Terbayang oleh ku, dampak dari pembangunan jalan tol ini, akan mengorbankan berapa banyak petani yang menjadi tercabut hak atas tanah yang dicintainya. Karena panjang jalan tol direncanakan ribuan kilometer dan lebarnya sedikitnya 200 meter. Pasti akan tidak terhindarkan, adanya ribuan bahkan jutaan rakyat dan petani yang akan menjadi korban dari Peraturan Presiden ini.
Pencabutan hak atas tanah menafikan aspek nilai dan moral kemanusiaan. Terkesan mengabaikannya. Pemerintah akan melakukan penggantian tanah. Dihitung-hitung secara materi saja. Tapi ini, bukanlah sekedar penggantian terhadap harga sepetak tanah. Karena tanah punya nilai sosal dan budaya atau malah spiritual. Pandangan yang hanya berpijak pada perhitungan bisnis semata, telah menjauhkan negara dari falsafah kemanusiaan yang adil, hak azasi manusia, dan semangat solidaritas sosial. Malah mungkin menjadi lebih mendekati bentuk pelanggaran konstitusional.

Pada sebuah percakapan tentang ini, seorang professor bidang kedokteran mengatakan pada ku, pada prakteknya dari peraturan ini akan terjadi yang disebut dengan ”unmeasurable qualitative psychological negative effect, breakdown uncompensated by materialistic values”. Kasus-kasus penggusuran yang mengakibatkan lenyapnya kuburan orang tua dan keluarga ”my father or mother or child rest place”. Terjadi perpisahan memorial anak-anak dengan teman bermain, tempat bermain masa kecil. Juga akan hilang sistim harmoni ketetanggaan, pasar, dan lain-lainnya. Ini, buat orang lain mungkin tidak berarti tetapi buat orang yang terkena nilainya tidak terhitung dengan materi. Implikasi psikologi yang akan diakibatkan merupakan bentuk perusakan sistim sosial komunitas lokal, termasuk didalamnya ancaman rasa aman yang terus menghantui. Perlakuan yang mengakibatkan keadaan keresahan masyarakat ini, termasuk keresahan akan ketidak pastian masa depan diartikan sebagai bentuk ” Ignorance of possible pshchological effect”. Mencabut akar-akar sistim perekonomian rakyat setempat. Usaha tani, rumah tangga, warung-warung, usaha ternak, dan lain-lain, akan tutup. Jika ini tidak diperhitungkan Pemerintah, maka akan terjadi Ignorance for Long term economical effect of affected families oleh negara. “Dari segi keadilan dan kemanusiaan, kepentingan umum yang dimaksud didalam Peraturan presiden ini juga sangat disangsikan dapat memenuhi azas pancasila”.

Bila kubandingkan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Morales terhadap rakyatnya di Bolivia dengan apa yang terjadi di negara ku sendiri, maka terlihat kenyataan yang sangat kontradiktif. Yang satu memberi tanah untuk rakyat taninya yang miskin, tetapi yang lainnya merebut tanah rakyatnya. Jadi sesungguhnya, untuk apa negara kalau bukan untuk rakyatnya, terutama untuk rakyatnya yang kebanyakan jelata.

Ditengah-tengah kapitalisme

Tahun 2005.
Hampir sebagian besar Rakyat Indonesia merasakan Pemerintahan yang dipimpin SBY masih belum mampu mengatasi persoalan ekonomi dan kesejahteraan sosial sebagaimana yang pernah dijanjikannya pada masa-masa kampanye.

Beberapa kebijakannya, seperti pengurangan subsidi BBM ku amati telah berdampak menaikan harga biaya-biaya usaha rakyat dan kehidupan, bahkan telah melumpuhkan kemampuan masyarakat didalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Banyak pertaturan atau kebijkan yang telah menimbulkan keresahan masyarakat disana sini. Dari mulai soal pencabutan hak atas tanah, impor beras, pengaturan perburuhan, dan lain-lain.
Banyak anak-anak yang tidak bisa memperoleh pendidikan dasar karena mahalnya biaya. Bahkan, aksi bunuh diri terjadi pada anak keluarga miskin karena malu tidak mampu membayar iuran sekolah. Dibeberapa wilayah Indonesia, anak-anak mengalami kekurangan pangan bergizi sehingga busung lapar.
Fenomena ”hilangnya sebuah generasi” yang selama ini berada dalam tataran diskusi, menjadi kenyataan hidup. Dari koran-koran yang kubaca diberitakan, telah terdapat jutaan pemuda usia kerja yang masih terus menganggur bahkan sangat sulit dalam melihat adanya cahaya masa depannya.
Dengan keadaan seperti ini, bukanlah hal yang naif bahwa bagi sebagian besar rakyat Indonesia, kesejahteraan adalah fantasi dan keterpurukan adalah kenyataan.

Aku berfikir apakah memang demikian fenomena dari sebuah proses demokratisasi sebuah bangsa-bangsa didunia. Aku dan ayah selalu berdebat tentang pendemokrasian bangsa ini. Dia selalu menolak model-model demokratisasi yang berdampak pada menang kalahnya sebuah persaingan. Karena yang menang kadang belum tentu yang benar atau yang baik. Tapi model demokrasi sangat memungkinkan itu terjadi.
Demokratisasi didalam pemilihan pemimpin nasional,dimanapun didunia yang telah menganut sistim pemilihan umum secara langsung, juga telah terjadi di Indonesia. Dalam proses pemilihan ini, umumnya orang-orang yang menjadi kandidat Presiden, Gubernur, maupun kandidat anggota parlemen, pada saat kampanye selalu menjanjikan rakyat ”kesejahteraan”.

Adalah sangat strategis untuk menjadikan kesejahteraan sebagai tema sentral janji politik. Atau dijajakan sebagai barang dagangan oleh setiap peserta pemilihan pimpinan negara atau wilayah tertentu. Karena, bagi sebagian besar rakyat Indonesia, kenyataannya, kesejahteraan masih merupakan sesuatu luxurius yang didambakan.

Janji pada saat kampenye pada hakekatnya merupakan refeksi nafsu dan semangat seseorang. Nafsu dan semangat ini muncul, terutama pada saat orang berinteraksi dengan dunia diluarnya. Dengan nafsu dan semangat inilah orang memotivasi dirinya untuk meyakinkan orang lain untuk merespon sesuai dengan harapannya, yaitu memilihnya. Menurut Plato, filsuf dijaman yunani kuno’ dikatakan bahwa terdapat tiga unsur kejiwaan yang mempengaruhi prilaku seorang manusia, yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Oleh karenanya, bagaimana janji seseorang itu dapat diwujudkan, sangat dipengaruhi oleh ketiga unsur kejiwaan tersebut. Nafsu dan semangat berada dalam tataran wacana sedangakan intelegensia berada dalam tataran praktis.
Aku setuju juga dengan dasar pemikiran plato itu. Benar, bahwa nafsu dan semangat saja tidak cukup untuk mewujudkan kesejahteraan, karena masih diperlukan kemampuan intelegensia untuk mempraktekan hal-hal yang dijanjikan termasuk mampu untuk membangun visinya.

Dalam diskusiku dengan teman-teman aktivis politik dan LSM, ku sampaikan bahwa secara sederhana bahwa kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai bentuk jaminan terhadap warga dari negara untuk memperoleh pendapatan (pekerjaan) yang layak sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga secara berkesinambungan. Minimum, kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan pangan keluarga, kemampuan untuk membiayai pendidikan anak, kemampuan untuk memelihara kesehatan dan kemampuan mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Aku menyimpulkan bahwa bagi rakyat Indonesia, mendapatkan kesejahteraan masih merupakan fantasi yang indah belaka. Oleh karena itulah mereka menjadi sangat termotivasi untuk memilih seseorang pemimpin yang diyakini akan mampu mewujudkan fantasinya menjadi kenyataan. Logis, jika pada saat ini rakyat menuntut kemampuan Pemerintah yang berkuasa untuk mengatasi konsekwensi-konsekwensi didalam mewujudkan kesejahteraan tersebut.

Kesejahteraan merupakan produk yang dihasilkan dari pemberlakuan sebuah sistim tertentu. Pada sistim yang berideologi politik neoliberal, kesejahteraan rakyat diupayakan dengan meminimalkan peran negara, terutama didalam mengatur pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Pandangan ini membebaskan individu manusia untuk berkembang hingga membentuk sistim solidaritas sosial sendiri. Kemudian pasar dijadikan sistim untuk mengatur segala sesuatu yang menyangkut pemenuhan sebagian besar kebutuhan hidup manusia. Dari buku yang ditulis oleh Anthonny Giddens seorang guru besar ilmu sosial dari universitas di London Inggris, disebutkan bahwa didalam pandangan neoliberal, pasar sebagai prakarsa individual diberikan kebebasan dan diyakini akan memberikan hal yang terbaik bagi masyarakat. Pasar adalah mesin yang senantiasa bergerak harus tumbuh tanpa hambatan dan campur tangan pemerintah. Dengan kata lain, dalam pandangan neoliberal ”kesejahteraan” dan produk-produknya harus diserahkan kedalam mekanisme pasar bebas yang berkembang oleh tanpa (minimal) internvensi negara.

Pada sistim yang berideologi demokrasi sosial, diyakini bahwa rakyat akan sejahtera bila negara turut campur didalam kebijakan-kebijakan yang menyangkut kebutuhan dasar manusia. Ideologi politik ini berpandangan bahwa bahwa neoliberalisme akan membuat manusia hidup secara bebas tidak terkendali sehingga akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan moral. Sedangkan liberalisasi pasar hanya akan menguntungkan masyarakat kapitalis (pemodal) yang jumlahnya hanya sedikit. Kekuasaan modal yang bebas bergerak dipasar dicurigai akan menindas rakyat kebanyakan karena bersifat tidak manusiawi dan antisosial. Ideologi politik demokrasi sosial lebih mengutamakan negara mengurus kepentingan-kepentingan sosial bagi masyarakat kebanyakan, bukan individu atau kelompok yang sedikit. Didalam sistim pasar yang kapitalistik (neoliberal) bentuk-bentuk kesejahteraan telah menjadi komoditas bisnis yang relatif mahal dan diadakan dengan motif profit oriented. Pada sebagian negara maju yang rata-rata rakyatnya telah mendapatkan pendapatan perkapita diatas standar minimum, mekanisme pasar mungkin menjadi layak untuk diterapkan. Dalam konteks Indonesia, cara mendapatkan kesejahteraan dengan menggunakan mekanisme pasar adalah suatu hal yang amat sangat mustahil. Malah membiarkan ini terjadi, bangsa Indonesia akan menuai keterpurukan yang lebih parah. Rakyat yang sebagian besar miskin dan sedang tertekan secara sosial dan ekonomi, pasti tidak akan mampu mengakses pasar pendidikan yang mahal, pangan yang sehat dan bergizi, dan pasar jaminan kesehatan dan hari tua. Perlu kita sadari bahwa pemenuhan kesejahteraan melalui mekanisme pasar, sama saja dengan membiarkan rakyat hidup tanpa perlindungan. Karena mekanisme pasar yang kapitalistik secara sistematik akan terbentur oleh kondisi rakyat yang sangat tidak berdaya. Semuanya kompetitif, mahal, lux dan tidak mungkin terjangkau.

Kesejahteraan rakyat merupakan janji politik yang harus dipenuhi oleh Pemerintah yang berkuasa. Sebagai obligasinya, bentuk, cara-cara, serta target dan ukuruan untuk meraihnya perlu disampaikan kembali kepada rakyat, dan diwujudkan dengan kerja dan hasil nyata yang dapat dirasakan rakyat. Dengan demikian mungkin rakyat Indonesia masih akan melihat adanya secercah harapan masa depan. Jika ini tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah, maka janji politik ”kesejahteraan rakyat” akan dianggap sebagai barang usang yang tidak dapat dipercayaai lagi. Memang, sebuah janji Cuma merupakan simbol moral yang tidak berbentuk. Tetapi siapapun yang memberikan janji itu harus mampu mewujudkannya menjadi kenyataan yang dapat dirasakan pada yang menerima janji itu. Ini merupakan ukuran moralitas, integriatas dan tanggungjawab dari setiap orang yang berjanji.

Setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono, aku dan teman-teman yang tergabung didalam eksponen Gerakkan Solidaritas Nasional, melakukan evaluasi sederhana. Kurang lebih evaluasi kami seperti berikut ;

” Setelah setahun ini, Negara dan bangsa Indonesia tetap mengalami krisis yang kondisinya sangat kompleks dan sulit. Bangsa Indonesia terus mengalami ketertinggalan yang sangat jauh dibanding dengan prikehidupan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia, bahkan dari bangsa ASEAN sekalipun.
Perubahan demi perubahan yang terjadi, semakin mengancam runtuhnya martabat bangsa. Semenjak pemerintahan SBY JK, Korupsi telah berkembang semakin meningkat. Peringkat Indonesia di dunia sebagai negara yang korup telah menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Kebijakan Pemerintah telah menimbulkan keresahan dan anarkisme, juga terjadi ketakutan masyarakat disana sini. Dibeberapa tempat telah menimbulkan korban. Aksi-aksi bunuh membunuh terjadi akibat perebutan bantuan langsung tunai (BLT) dibeberapa tempat. BLT sebagai bentuk bagi-bagi uang pada masyarakat lebih dekat pada bentuk money politic atau buying loyality juga telah melahirkan tindakan anarkis disana sini.
Jutaan orang kehilangan pekerjaan, karena pabrik-pabrik, usaha-usaha kecil maupun menengah tidak mampu lagi bertahan akibat kenaikan BBM yang sangat radikal. Perubahan juga ditunjukan oleh bentuk pengambil alihan kepemilikan aset dan pengerukan sumberdaya negara oleh asing semakin merajalela. Ini ditunjukan oleh kontrak karya pertambangan PT. Freeport Mc Moran dan BP Tangguh di Papua, dan pertambangan emas PT. Newmont di NTB dan sulut. Pengambilalihan kepemilikan oleh asing sebanyak kurang lebih 50% pada sebagian besar perbankan nasional, termasuk pada pabrik-pabrik semen seperti ;cibinong, padang, gresik., dan banyak lagi lainnya. Ditambah lagi dengan distribusi BBM yang berubah ditujukan untuk usaha-usaha asing seperti Shell, Exxon mobile dan lainnya. Semua ini selain telah merusak lingkungan juga telah mengeruk sumber-sumber kesejahteraan yang seyogyanya menjadi hak rakyat Indonesia semesta.

Dari catatan sebuah LSM kuperoleh infomrasi bahwa selama setahun pemerintahaan SBY-JK telah terjadi sekurangnya 32 kali kunjungan keluar negeri yang disertai dengan jumlah rombongan yang telah banyak menghabiskan devisa negara. Hasil-hasil kunjungan cenderung tidak membuat negara semakin kuat, alih-alih telah membuat Indonesia semkin tergantung pada bangsa lain. Pemerintah telah menjadi tidak becus mempertahan kedaulatan, kebijakannya pun menghianati amanat rakyat. Hal ini antara lain ditunjukan oleh ; 1) cara pemenuhan kebutuhan stok beras nasional pada pasokan impor, 2) cara penyelesaian demokrasi politik yang bertumpu pada rancangan dan santunan asing, seperti peristiwa MOU RI – GAM, dan lain-lain 3) liberalisasi pemanfaatan sumberdaya alam yang memberi jalan dominasi asing menguasai aset dan sumber-sumber kekayaan negara.
Realitas perubahan ini merupakan gelinding bola api yang tidak terhindarkan, sehingga akan menghantam dan menghanguskan moral dan semangat bangsa untuk bangkit dari keterpurukan dan membangun kemandiriannya. Disamping itu, fakta-fakta ini juga menyadarkan kita bahwa perubahan yang dialami telah berproses pada suatu arah yang telah merugikan rakyat banyak dan akan mengancam keberlanjutan generasi penerus bangsa dimasa-masa yang akan datang. Karenanya kepada segenap anak bangsa, kiranya perlu bersama-sama untuk membangun solidaritas guna mencegah proses perubahan yang akan berlanjut lebih buruk lagi yang akan lebih jauh menghianati amanat rakyat.

Dengan tema pergerakkan” KITA SELAMATKAN BANGSA dan NEGARA”, Safe our Nation.” Maka, melalui forum yang kubentuk dengan teman-teman, kami melakukan press conference dengan tujuan mendesak pemerintah untuk ; memperbaiki kebijakan-kebijakan yang telah meruntuhkan moral dan semangat kemandirian bangsa. Menyadari bahwa liberlisasi terhadap pengelolaan sumberdaya negara seperti yang ditunjukan dalam kasus freeport, tangguh, dan newmont , dan lain-lainnya, adalah bentuk pengerukan atas hak-hak kesejahteraan rakyat Indonesia. Sehingga harus segera di REFORMASI secara total. Menuntaskan segera kasus-kasus korupsi di bidang pertambangan dan BLBI. Mengurangi sebanyak-banyaknya bentuk-bentuk kunjungan keluar negeri, karena selain telah menguras devisa yang merugikan negara juga tidak efektif menumbuhkan kekuatan nasional. Menghentikan bentuk-bentuk kebijakan bagi-bagi uang pada rakyat. Dan, mengembalikan kedaulatan negara dari cengkraman asing dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan amanat rakyat.

Dalam beberapa bulan sebelum pergerakkan ini dan beberapa bulan setelahnya, nampak demonstrasi selalu terjadi dimana-mana. Demo buruh terjadi di jakarta,surabaya, medan, bandung dan beberapa daerah, demo petani menuntut kesejahteraan dan reforma agraria di Istana negara jakarta, di Bandung, Makasar, tidak ketinggal terjadi juga demo-demo yang dilakukan oleh guru-guru, anak-anak sekolah, dan buruh-buruh migran yang dari luar negeri yang merasakkan kurang mendapat perlindungan dari pemerintahnya, ibu-ibu dan kelompok perempuan dan lain-lainnya.

Pasangan SBY-KALLA yang sedang memerintah, di anggap tidak mampu memerpaiki nasib rakyat. Sebaian demonstrasi bahkan meminta mereka untuk segera mengundurkan diri.

Namun, kemudian demo-demo menjadi agak terhenti. Rupanya orang-orang kelihatan lebih memperhatikan persiapan piala dunia 2006 di Jerman dari pada berkumpul mengunjuk rasa. Aku heran juga, begitu besar pengaruh candu sepak bola, sehingga bisa memabukkan orang yang sedang hidup sengsara dan tertindas. Itu terus berlanjut sampai saat piala dunia itu berakhir.

Suharto

Orang-orang juga sedang memperbincangkan suharto. Bermula dari kedatangan Mahatir Muhammad ke Indonsia. Sebagai sahabat lama dia menjenguk suharto di rumahnya di jalan cendana. Sepulang dari kunjungan itu, mahatir mengatakan bahwa suharto sehat walafiat. Media pun memberitannya. Kemudian bangkit pernyataan disana-sini agar peradilan terhadap suharto di laksanakan kembali. Rapat-rapat kelompok masyarakat, mahasiswa memperkuat opini publik untuk segera mengadilinya kembali. Tetapi beberapa hari berselang, suharto dikabarkan sakit kembali dan masuk rumah sakit pertamina.

Tetapi, gerakkan-gerakkan yang menuntut untuk mengadili suharto tidak surut. Muncul pula kelompok yang menamakan diri Gerakkan Adili Suharto, dengan deklarasi. Demo adili suharto kembali ada dimana-mana. Sementara pemberitaan suharto sakit terus disiarkan tv-tv. Suharto akan di operasi, suharto kelihatan lemah. Nampak di TV, kerabat dan mantan pejabat di era pemerintahan suharto menjenguk dan memberi pernyataan tentang keadaan suharto. Murdiono beberapa kali tampak dan pernah kudengar di wawancara di radio elsinta.

Gerakkan adili suharto tetap berjalan. Menuntut Presiden Yudoyono berani dan tegas mengadili. Tapi, alih-alih mengadili, malah memberikan polemik. Mulai dari pernyataan ingin taat pada prosess hukum, tapi juga kita perlu memaafkan, sampai pada mengeluarkan surat keputusan pemberhentian pemeriksaan. Masyarakat bingung dengan gaya ini.

Belakangan dia mengatakan kita harus mikul duwur mendem jero. Aku agak kurang paham dengan istilah ini. Tapi kira-kira, mungkin, kita harus menghormati dan memaafkan. Ini memang naif. Sementara bangsa yang diyakini akan terus berdiri sepanjang masa, tidak dibangun dengan sejarah yang baik. Bagaimana jika dua puluh lima tahun kemudian atau lima puluh tahun kemudian, anak-anak bangsa ini mengetahui bahwa pernah ada seorang presiden yang di tuduh bersalah melanggar hak azasi manusia, membunuh dan menghilangkan orang banyak, melakukan korupsi, tidak pernah di selesaikan secara hukum. Malah telah di maafkan tanpa benar terbukti atau tidaknya tuduhan-tuduhan itu. Pelajaran apa yang akan didapat oleh generasi mendatang itu dari pendahulu-pendahulunya. Mungkin mereka menganggap pendahulunya tidak bertanggung jawab dalam mewariskan pendidikan yang baik. Tentu menjadi catatan sejarah buruk dari sebuah bangsa.

6. MENYAKSIKAN PENGUASAAN ASING

Ya, ketika datang ke Indonesia pada bulan April 2006, mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad miris dengan apa yang telah terjadi di Indonesia. Aku menangkap Mahatir merasa prihatin dengan begitu kuatnya pengaruh asing pada pemerintahaan Indonesia. Dia mengatakan, walaupun dunia telah semakin mengglobal dengan berbagai kemudahan teknologi. Mengalirnya kapital, barang dan orang tanpa pembatasan yang berarti, tetapi kekuatan sendiri atau nasionalisme masih tetap diperlukan. Ya, memang demikian, bagaimana bisa, bangsa yang kaya sumber alam tetapi rakyatnya miskin. Memang salah uruslah jawabannya. Menyedihkan.
Mantan dokter UMNO, partai politik di Malaysia ini, sejak dulu aku kagumi pemikirannya. Apa yang dilakukannya terhadap kemajuan bangsanya telah terbukti. Bangsa Malaysia berkembang menjadi maju dan bermartabat. Disegani oleh bangsa lain, juga Amerika Serikat.

Suatu hari pada tahun 1998, bersama Adi sasono, Fahmi idris, Ekky Sachrudin, Chairul tanjung, Ricky Rachmadi dan beberapa teman lain, aku berkunjung ke Kuala lumpur. Kami bertemu dengan Anwar Ibrahim, berbincang-bincang di kantornya yang tidak terlalu besar. Kulihat setumpuk buku-buku, computer sebelah kiri meja, dan kursi tamu yang tidak cukup menampung kami. Sebagian kami hanya berdiri, Adi Sasono dana Fachmi Idris yang duduk karene mereka Menteri, masing-masing Menteri Koperasi dan Menteri Tenaga kerja. Ekki Sachrudin bergurau pada Anwar Ibrahim ” bila datuk akan duduk menjadi PM ?, anwar hanya tertawa tidak menjawab, kami pun ikut tertawa.

Sorenya kami berjumpa dengan Daim Zainudin, dia adalah penasihat Perdana Menteri. Daim menerima kami dengan gaya yang tidak formal, layaknya seperti seorang datuk menerima masyarakatnya, dia tanyakan kami mau apa datang kesini. Adi membuka dan dilanjutkan dengan yang lain. Daim, mantan menteri keuangan kerajaan Malaysia membuka pembicaraannya dengan agak emosional, dia kesal dengan krisis yang terjadi di Malaysia, disebut-sebut Mat saleh atau orang putih yang menjadi penyebab kekacauan ekonomi di Asia. Terlebih dia sangat marah dengan tingkah laku Anwar ibrahim yang cenderung mengikuti pola-pola penyelesainan krisis yang ditawarkan oleh IMF. Daim berpendapat, dalam situasi krisis seperti ini Pemerintah harus lebih banyak mengeluarkan dana untuk dipinjamkan pada sektor usaha kecil dan menengah, mereka harus berniaga katanya. Rakyat dapat belanja, sehingga perekonomian makro akan pulih lagi. Bukannya malah mengetatkan pengeluaran anggaran seperti yang selalu di dengungkan oleh Anwar ibrahim. Saat itupun Indonesia melakukan kebijakan uang ketat, mereka sebut Tight Money Policy.
Tak sebulan setelah kunjungan kami, Anwar Ibrahim ditangkap dengan tuduhan melakukan praktek a susila dengan seorang perempuan staf dikantornya dan juga sodomi dengan pembantunya.

Di Jakarta pada awal tahun 2006 di panasi dengan perdebatan politik yang mengarah pada penolakan kelompok-kelompok masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang memberikan keleluasaan asing mengelola pertambangan.

Polemik soal praktek pertambangan oleh perusahaan asing ini terjadi di mana-mana, termasuk didaerah-daerah dimana pertambangan tersebut di kelola.
Aku dan teman-teman, Rahardjo C, Haryanto T, Icu Z, Ray R, Dadang R, Ferry J dan lain-lainnya, menggalang Gerakkan Solidaritas Nasional untuk mendesak pemerintah mengkaji ulang kontrak-kontrak karya pertambangan yang pernah dibuat sebelumnya. Gerakkan ini dimuat dibeberapa surat kabar antara lain Kompas dan Rakyat Merdeka. Aku bersama teman-teman Gerakkan Solidaritas Nasional melakukan pengkajian yang mendalam terhadap apa yang diharapkan dan apa yang dihasilkan dari praktek pertambangan asing ini. Hasilnya nyata, sebagian besar rakyat Indonesia tetap miskin, kerusakan lingkungan, korupsi oleh segelintir orang tertentu dan ketimpangan sosial di lokasi-lokasi pertambangan.

Amin Rais dengan gerakkan individualnya, melalui ceramah-ceramahnya diberbagai tempat dan kesempatan terus mengobarkan semangat untuk bertindak kritis terhadap penguasaan tambang oleh asing, bahakn dia meminta tambang freeport segera ditutup dan rencana perjanjian dengan exxon untuk blok cepu di batalkan.
Polemik politik ini dimainkan juga oleh DPR dan kelompok-kelompok masyarakat lain. Di DPR antara lain Alvin lie, catur saptohadi, Najib. Walhi, jatam, kelompok pro demokrasi dan lain-lain. Suhu Politik nasional yang memanas memancing reaksi. Presiden Yudoyono pun kelihatan grogi. Dan, tiba-tiba datang ke Tanah air utusan dari Amerika Serikat Menteri luar negeri Condolisa rice, apa yang terjadi, dia menyaksikan penanda tanganan perjanjian antara pengelolaan ladang minyak Blok Cepu. Bagi sebagian besar bangsa Indonesia, ini sebuah sejarah yang menyedihkan.

Belum lama kedatangan Mahatir, datang lagi Presiden yang sangat kharismatis dari Republik Iran, Mohammad Ahmadinejad. Hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Mahatir, dikatakan kembali oleh ahmadinejad. Dia mengatakan bahwa kita sebagai sebuah bangsa harus berani mengatakan tidak pada bangsa lain yang coba mendikte. Ahmadinejad mengajak bangsa Indonesia untuk tidak tunduk pada kemauan asing yang ingin menguasai sumber-sumber kesejahteraan rakyat sebuah bangsa. Aku kira penggadaian atas tambang-tambang minyak, gas, emas, tembaga pada asing inilah yang telah melandasi Ahmadinejad berkata seperti itu.

Sementara berita-berita televisi dan Koran masih menyoroti lambannya bantuan dari pemerintah Indonesia pada korban gempa. Kemarin malam empat juni 2006 seorang penyiar TV TPI, dalam acara penggalangan dana menyindir, masyarakat sekarang sudah langsung mendapatkan bantuan dari LSM atau kelompok masyarakat lainnya, terlalu lama menunggu datangnya bantuan makanan, minuman dari pemerintah.
Berulangkali, pemerintah lambat mengantisipasi bantuan untuk korban bencana alam. Birokrasi, ketrampilan yang rendah dan semangat bekerja memang masalah besarnya. Belum lagi kebocoran dan korupsi, sering kali terjadi.

Gubernur jogya, yang juga seorang sultan di cemooh oleh masyarakatnya, kok meninjau masyarakat korban gempa hanya lima menit sih.., ini menjadi bahan pembicaraan orang di jogya dan dimana-mana, karena diberitakan dikoran-koran. Entah karena apa, grogi atau tanggung jawab. Perlu ada pemimpin yang memiliki empati dan berkualitas memang untuk negeri yang sedang compang camping seperti ini.

Adapula pemimpin-pemimpin salon, berlagak dengan wibawa dengan jabatannya, berpakaian safari, berjas dasi, atau berbatik sutera berharga jutaan rupiah. Kerja mereka hanya mengakal-akali bagaimana uang Negara dapat di kuras. Membuat program-program kemanusiaan, pembangunan ekonomi, tapi intinya project untuk kantongnya saja. Memeras orang yang bekerjasama dengannya.
Orang-orang seperti ini, cenderung gila hormat dan hanya hormat pada mereka yang memberikannya jabatan. Ciri lainnya lagi, berpkirannya cetek, sangat alergi membaca buku apalagi sastra dan filosofi, bicaranya berbelit-belit tapi pemalas, tidak nyambung bila berdiskusi, berprilaku sangat pragmatis, dan tidak focus bila diajak bicara. Ciri yang lebih jelas lagi, dikantong baju safarinya sering terlihat bolpen hitam berkepala putih segi sembilan. Mereka ini ada dimana-mana, di Jakarta, di Medan, Surabaya, di Bantul, di Jogya, di papua, di Minahasa, dimana-mana ada mereka. Tidak sulit mendapatkannya. Karena mereka umumnya pegawai pemerintah.

Anak-anak muda atau mahasiswa memusuhi mereka, sedangkan yang senior menjadi mentor atau provokator dari yang muda. Orang-orang itu digolongkan sebagai birokrat kapitalis, koruptor. Anteknya asing dan para pemilik modal. Banyak kekayaan Negara yang sudah tergadai oleh prilaku rakus mereka. Tambang tembaga di papua di gadaikan pada Freeport, tambang emas di minahasa dan sumbawa NTB pada New mont, tambang minyak di cepu pada Exxon, dan banyak lagi sumber alam yang telah mereka gadaikan.
Amin rais, seorang yang pernah menjadi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, pun, menyerang orang-orang dari golongan ini.

Tulisan Jhon perkins, seorang mantan petugas pemerintah Amerika Serikat “The confession of the economic hitman” dibuktikan oleh situasi di Indonesia sampai hari ini. Isi buku ini juga di gunakan oleh Amin rais didalam mengkritik keras Pemerintah presiden Susilo Bambang Yudoyono. Disamping masyarakat cukup kuat memahami bahwa pemerintah telah didikte oleh asing atau Amerika Serikat dan korporat-korporatnya, yaitu Multi Nasional Company.

Sebuah pengalaman pribadiku saat mengikuti sesorang senior yang tampil untuk menjadi presiden Indonesia pada pemilu tahun 2004. Ide-ide besar untuk membangkitkan kemandirian bangsa membuat aku bersemangat mengikutinya. Karena cita-cita menjadikan bangsa mandiri untuk memenuhi kebutuhan pangan, terlepas dari cengkraman impor pangan, mandiri mengelola sumber-sumber alamnya, melepaskan ketergantungan modal dan teknologi yang dimiliki asing, aku bergabung dan menyedikakan diri sebagai salah satu penggerak. Tapi, belakangan aku kecewa, karena pernyataannya yang memberikan dukungannya kepada Pemerintah yang telah menggadaikan Blok Cepu pada Exxon. Menurutnya Blok cepu Exxon adalah sebuah deal yang sangat bagus dan menguntungkan dan paling bagus dari deal-deal sebelumnya yang pernah oleh Pemerintah.

Memang hitung-hitungan bisnis yang berakar pada kapitalisme atau pola-pola pemupukan modal privat telah membuat semangat dan filosifi untuk memandirikan bangsa menjadi tumpul. Tapi itulah kenyataannya. Bagiku sesungguhnya membangun bangsa bukanlah bisnis yang jadi landasannyanya, tetapi visi besarnya, ya, itu, bagaimana semangat kemandirian yang bertumpu pada kemampuan membangun sendiri menjadi nomor satu dari setiap kebijakan negara, bukan malah berkalkulasi seperti pedagang yang menghitung laba jangka pendek.

Kita membangun bangsa bukan membangun sebuah PT atau perusahaan dagang.

Tetapi melihat bangsa Indonesia yang sebagian besar rakyatnya miskin, membuat semakin kecil arti dan martabatnya di mata bangsa yang lebih kaya. Bagiku, hubungan kaya dan miskin seperti yang terjadi antara manusia, itupun terjadi pada hubungan antar Negara. Dalam relasi ini, aku menjadi teringat oleh apa yang dikatakan Victor Hugo dalam karya sastranya “de les miserables” ; orang-orang miskin dan papa cenderung akan menjadi budak bagi yang lainnya.

Satu lagi, masalah lain yang ada pada orang-orang kaya, mereka tidak tahu dan tidak mau tahu masalah-masalah yang dihadapi orang miskin.

Bangsa kaya tidak akan pernah membuat bangsa miskin menjadi makmur apalagi menjadikannya kaya. Mereka hanya membutuhkan outlet bagi apa yang telah dan akan dibuatnya. Dan outletnya adalah Negara-negara miskin. Dahsyatnya, apa yang dimiliki simiskin pun diakali agar tetap mereka yang mengelolanya.

Sebuah buku tulisan Joseph Stiglitz seorang warga Amerika Serikat mantan kepala Bank Sentral dan peraih hadial nobel ekonomi yang kubaca beberapa kali “the roaring ninenties : a new history of the worlds most prosperous decade”, juga mengatakan hal yang sama. Presiden Clinton bersedia mengemban tugas mengubah sistim perdagangan global, tetapi dalam arti menjadikannya lebih menguntungkan bagi Amerika Serikat.
Dalam pola hubungan ini, si miskin di belahan dunia lain akan tetap menjadi budak bagi si Kaya selamanya.

Mandiri, melepaskan diri dari ketergantungan, adalah lawannya. Bekerja dengan etos untuk menjadi bangsa penemu sesuatu, atau setidaknya meniru sesuatu yang sudah ditemukan, sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat sendiri dan masyarakat pada belahan dunia lain, akan dapat melepaskan ketergantungan kita dan eksploitasi dari kelompok-kelompok Negara kaya.

7. PUISI AYAH UNTUK REPUBLIK

Dari Joh, aku mendapat pusi yang dibuat oleh ayah. Joh berjumpa tanpa sengaja dengan ayah disebuah bus yang menuju Mampang Bulungan. Ayah titipkan puisi itu untukku. Puisi dibuat ayah untuk memperingati 58 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Ada haru dan kagum membaca puisi itu. Dari bunyi puisi itu, dapat kulihat pikiran ayah selalu menyala dan semangatnya tak pernah berhenti berkobar. Kecintaannya pada negeri yang ikut diperjuangkan kemerdekaannya teramat tinggi. Itu pula yang selalu kukagumi dari ayahku.

Pada halaman depan kertas pusi itu ada gambar seorang pemuda yang sedang menancapkan bendera merah putih dengan bambu runcing, dan ada tulisan Merdeka atau Mati.

Ayah membuat judul puisinya ”DULU:REVOLUSI RADIKAL, SEKARANG;REFORMASI TOTAL. Menggambarkan cerita perjuangan demi perjuangan yang senantiasa bergulir di Republik Indonesia.
Bait-bait puisi itu sebagai berikut :

Puji syukur pada mu Tuhan
Usia 58 yang telah kau ridokan
Indonesia dalam alam kemerdekaan
Semoga berlanjut berkekalan

Proklamasi kemerdekaan adalah suatu amanat
Suatu amanat dari penderitaan rakyat
Rakyat Indonesia yang hidupnya melarat
Menuju bangsa yang berdaulat dan bermartabat

Kemerdekaan menuntut rasa tanggung jawab
Kerja keras dan juangnya bangsa yang bermartabat
Demi cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil makmur
Sebagai bukti tanggung jawab dan rasa syukur

Kebangkitan Nasional I (1910) dengan pendidikan
Kebangkitan Nasional II (1928) dengan persatuan
Kebangkitan Nasional III (1945) dengan perjuangan dan pengorbanan
Kebangkitan Nasional dengan bertakwa kepada Tuhan.

Puji Syukur padamu Tuhan
Atas usia yang kau ridokan
Bagi negara R.I. yang bertahan
Dari aneka krisis kenegaraan

Jumat 17 Ag.45 Rep.Indonesia diproklamasikan
Sebagai negara merdeka dari penjajahan
Mulailah ditata suatu pemerintahan
Berlandaskan ideologi Pancasila yang ber Ketuhanan

Proklamasi dan kedaulatan untuk pengakuan
De fakto dan de yure sebagai kenyataan
Dengan senjata dan diplomasi diperjuangkan
Akhirnya Rep. Indonesia beroleh pengakuan.

Kompromi meja bundar membuahkan RIS kompromian
Namun hanya berusia setahun jagungan
Negara kesatuan yang menjadi pilihan
Namun pemilu pertama tak membuahkan kesepakatan

Krisis politik diakhiri dengan dekrit-dektritan
Konsep revolusi total pun dicanangkan
Demokrasi terpimpin dengan landasan NASAKOM
Namun berakhir dengan suatu pengkhianatan.

Supersemar telah membuahkan demokrasi pancasila
Pembangunan serba direkayasa oleh penguasa bersenjata
Birokrat,konglomerat membuat rakyat melarat sengsara
Negara bangkrut dililit hutang pemerintah dan swasta

Akhirnya rakyat dan pemuda mahasiswa unjuk rasa raksasa
Gerakkan massa memaksa turunya sang penguasa
Rakyat kembali memegang palu kedaulataanya
Satu persatu pejabat dan konglomerat didakwa

Semenjak 1998 bangsa telah mencanangkan reformsi
Reformasi untuk mengatasi krisis negeri
Krisis negara yang meliputi segala segi
Akibat berkuasa lama yang sarat dengan korupsi
Para penggerak reformasi punya enam tantangan
Tuntutan pertama memberantas KKN
Kenyataannya rakyat sering menyaksikan
Adegan sandiwara diforum lembaga pengadilan
Tuntutan kedua adalah polisi tentara
Polisi jaga keamanan tentara pertahanan negara
Polisi pelindung rakyat
TNI pelindung negara
Pegawai negeri sipil adalah pelayan warga negara
Tuntutan ketiga, tegaknya hukum dan keadilan
Di proses di lembaga peradilan
Secara terbuka rakyat ingin menyaksikan
Ketokan palu hakim yang sungguh melegakan
Tuntutan ke empat, pembatasan kekuasaan para penguasa
Lembaga dan penguasa harus dibatasi wewenangnya
Semua wewenang dipetanggungjawabkan secara terbuka
Semua kebijakkan adalah demi rakyat jelata
Tuntutan ke lima, penjabaran daulat rakyat
Kedaulatan rakyat agar membawa berkat
Bukan gontok-gontokan antara rakyat,aparat dan pejabat
Yang mengangkat derajat rakyat yang melarat
Tuntutan terakhir=otonomi daerah
Demi keadilan dan manajemen yang berkah
Demi kesatuan dan persatuan wilayah
Demi Indonesia Raya yang diridhoi Allah

O Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa
Ampuni dan Rahmati Kami bangsa Indonesia
Di hari ini kami syukuran dan berdoa
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.

Jakarta, 29 Juli 2002
ASP 17 Agustus 2002.

8. Demokrasi

Demokrasi kian menjadi ideologi global. Untuk ini Amerika serikat negara pembawa virus demokrasi terbilang berhasil. Negara-negara otoriter di Asia,Afrika, Amerika Latin, Timur tengah berguguran.
Namun kemudian, Demokrasi cenderung diartikan sangat sempit. Suara terbanyak merubah tatanan berbagai Pemerintahan didunia. Tanpa kritik, demokrasi menjadi senjata yang berfungsi sama dengan otoritarian. Rakyat kebanyakan tetap tertinggal. Miskin dan tereksploitasi.

Lihat bagaimana hancurnya Irak. Setelah Presiden Irak Sadam Husein di gantung dan negerinya di hancurkan porak poranda, Negara itu menurut Presiden Amerika Geroge Walker Bush, telah menjadi demokratis. Hal ini selalu disampaikannya disetiap kesempatan nasional maupun international. Termasuk hari ini, Jumat 14 September 2007, secara resmi disampaikannya di Gedung Putih, Washington DC. Padahal, hasilnyatanya adalah terjadinya konflik berkepanjangan antar suku dan agama yang menelan korban ratusan ribu orang. Setiap hari tanpa henti. Apa artinya? Artinya adalah demokrasi yang dikatakan Bush itu adalah kematian dan kehancuran hidup manusia.

Demokrasi harus berarti pada harkat hidup manusia yang hakiki. Dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, aman untuk bepergian kemana-mana. Anak-anak dapat dan aman pergi kesekolah. Pemuda dapat menjalani masa depan dengan penuh peluang kehidupan yang damai dan sejahtera.

4 thoughts on “Langlang buana

  1. edward zamrud April 16, 2011 / 8:10 am

    Senang & menarik membacanya. Cara menguraikan kata-kata jelas, sehingga tidak membosankan. Mengingatkan saya baca karya DR.Karl May dalam petualangan Winnetou dan Old Shatterhand, Mimbrejo dst nya.

    Salam kenal Bang Agusdin Pulungan.
    Salam sukses…!

    • agusdinpulungan April 17, 2011 / 3:39 am

      Terimakasih banyak Bung Edward,
      Salam sukses juga,

      Tabik,
      Agusdin

  2. Dion Hk May 30, 2014 / 4:05 am

    Salam buat Bang Agusdin Pulungan,
    Satu yang membuatku tertarik menulis disini adalah Yanda. Kita punya kesamaan tentang Yanda, seorang pandu sejati, sanggar yang sederhana namun meneduhkan, berbagai macam barang kepanduan membuat diri bangga, hanya duduk dalam sanggarnya di jalan Daan Mogot. Seorang Yanda dalam kenangan seperti seorang yang berwibawa (walau tidak minta dihormati), sederhana (walau memiliki segudang keterampilan, khususnya kepanduan), ksatria (walaupun tidak perlu menampakkan), keras tegas namun lembut penuh perhatian … sayang saya bertemu Yanda pada saat gugus depan itu masih terlepas dari struktur pendidikan dasar, yang kemudian pada saat pramuka ditarik ke dalam sekolah (sayangnya saya sudah memiliki standar pembina pramuka yang sangat kredibel) saya merasa para pembina pramuka setelahnya sangat jauh di bawah bayangan seorang pembina pramuka khas Yanda. Apalagi nama Yanda sangat khas dan cocok bagi sebutan sesosok figur pembina pramuka yang sempurna (walaupun manusia tidak ada yang sempurna).
    Saya dan kakak saya cuma 2 bersaudara, kami semua masuk dalam gugus depan Paksi Naga Liman, kakak saya bernama Hadi Koesalamwardi (alm.) atau biasa dipanggil Abas oleh teman-temannya. Saat ini kakanda telah berpulang ke Rahmatullah (semoga Allah memberikan kedamaian di sisiNYA, aamiin).
    Kalau saya melihat almarhum kakanda dalam seragam penegaknya, bersama-sama dengan beberapa kakak-kakak ikut dalam Jamboree Pramuka Pertama di Bumi Perkemahan Cibubur pada waktu itu. Dengan memakai sepatu lars panjang hitam mengkilap, seragama pramuka yang sedikit dimodifikasi, berikut jaketnya yang berwarna coklat tua. Wah tidak pernah hilang bayangan pramuka gagah seperti itu. Semua itu oleh bimbingan dari Yanda seorang. Sebagai satu-satunya kontingen yang di depan perkemahannya dibangun gapura yang terdiri hanya dari tongkat pramuka dan tali-temali standar pramuka. Wah sangat mengesankan dan sangat membanggakan.
    Saya yakin apa yang telah Yanda sampaikan kepada kita anak-anak pramuka binaan beliau, memperoleh nilai-nilai yang jauh dari sekedar nilai dasar kepanduan. Kita memperoleh nilai sikap seorang manusia yang berakhlak baik. Hanya dengan cerita-ceritanya, hanya dengan suri tauladannya, hanya dengan sikapnya, tanpa bermaksud mendikte apalagi mendoktrin.
    Insya Allah semoga Yanda beroleh kehidupan yang penuh dengan amal ibadah yang diridhoi Allah Subhana Wa Ta’ala, saya bersaksi bahwa Yanda adalah seorang manusia yang dapat memberikan nilai-nilai kehidupan yang baik bagi ktia. Aamiin

  3. irwansyah (Iwan Amin) February 7, 2015 / 5:47 am

    Asslammualaikum Bang Agus Sam Pulungan dan maaf namanya siapa ya (adiknya Abas). Saya juga bertetangga dengan Bang Agus dan berteman kecil saat di Tomang Utara II, serta ikutan aktif di Gudep 301-302 Paksi Naga Liman di Trisakti, Grogol, JakBar. Banyak sekali yang diperoleh belajar di Laboratorium Kepramukaan yang dipimpin oleh Yanda Rokimin. Abas adalah salah satu regu barung kuning di level Siaga yang selalu bersaing dengan barung hijau saya. Juga ketika di level penggalang kami selalu bersaing. Saya memang spsesialisasi Semaphore, dan Abas pintar dalam hal memecahkan masalah dengan metode kepramukaan (saat wide games). Ada senior kami namanya Toto Marsetyo, dan akhirnya masuk Akabri di Magelang. Dan sekarang entah dimana beliau tsb?

    Terakhir saya masih ketemu dengan beliau ketika ada Jam-Nas 1981 di Cibubur. Ketika itu saya merintis Pandega dan mencari bentuk kegiatan kepramukaan di kalangan mhs. perguruan tinggi sejak 1979. Kebetulan saya adalah komanda pasukan pengibar bendera pramuka dan bendera negara-2 peserta JamNas ’81. Bang Agus, saya menitik air mata membaca kalimat demi kalimat yang ditulis. Simpatik dengan tulisan Bang Agus. Semoga Allah mempertemukan fisik kita kembali yg sekarang ini sudah mulai menua, entah kapan…….. Amin-2 Ya Robbal Allammin.

Leave a reply to irwansyah (Iwan Amin) Cancel reply